Bisnis.com, JAKARTA - Wewenang regulator keuangan untuk meloloskan atau tidak meloloskan calon direksi dan pemilik lembaga keuangan melalui fit dan proper test menarik perhatian banyak pihak.
Pasalnya hasil tes yang keluar belakangan membuat kondisi yang sudah berjalan bersama direksi atau pemilik baru 'bubar' sepenuhnya. Ini yang terjadi ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak meloloskan mantan Wakil Direktur Utama Bank Negara Indonesia Anggoro Eko Cahyo, hasil RUPS Februari 2020.
BNI kemudian melalukan RUPS Luar Biasa ulang awal September 2020, dan pemegang saham mengubah sebagian besar tim dalam perusahaan. Demikian juga ketika OJK menolak Dirman Pardosi, Direktur Utama AJB Bumiputera pilihan BPA.
OJK juga meminta grup Bosowa keluar dari Bank Bukopin karena tidak lulus dalam kebijakan serupa.
Persoalan penolakan direksi ini, pada 20 tahun lalu bahkan sampai menarik perhatian presiden dalam kejadian serupa. Presiden kemudian memberi pernyataan terbuka sehingga memberikan persepsi berbeda.
Pernyataan presiden ini kemudian diluruskan dan menjadi berita Bisnis Indonesia edisi 8 September 2000 dengan judul 'Prijadi Tak Akan Gugat Bank Sentral'. Bank Indonesia pada periode ini masih menjalankan fungsi ganda yakni pengawas perbankan --yang sekarang dialihkan ke OJK-- sekaligus otoritas moneter.