Bisnis.com, JAKARTA - PT AXA Financial Indonesia optimistis kebermanfaatan produk asuransi syariah dengan fitur wakaf bakal menjadi tren di Indonesia.
Niharika Yadav, Presiden Direktur AXA Financial Indonesia, dalam diskusi virtual Asuransi Syariah Wakaf, Selasa (27/4/2021), menekankan pihaknya melihat ini disebabkan nasabah semakin percaya bahwa fitur wakaf punya pengaruh besar buat kesejahteraan umat.
Oleh sebab itu, pihaknya meneguhkan diri terus memperkenalkan dan mengembangkan produk asuransi unit link berbasis syariah, yang merupakan perpaduan komprehensif antara investasi dan proteksi jiwa demi meningkatkan awareness masyarakat bahwa wakaf bisa dilakukan dengan cara yang mudah dan memungkinkan direncanakan sejak dini.
Hendri Tanjung, Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Wakil Direktur Pascasarjana UIKA Bogor, menceritakan fenomena unik terkait seorang agen asuransi non-muslim di Medan, yang justru lebih banyak menjual produk asuransi syariah.
"Jadi, 60 persen produk yang berhasil dia jual itu syariah, hanya 40 persen yang konvensional. Setelah saya berdiskusi dengan beliau, ketahuan bahwa caranya berjualan itu bagus dalam menerangkan manfaat, kemudian produknya apa saja diterangkan belakangan. Ternyata terbukti banyak yang lebih memilih asuransi syariah," jelasnya.
Hendri menjelaskan bahwa asuransi syariah berfitur wakaf berpotensi dipilih umat muslim karena memberikan kesempatan pemegang polis untuk ikut menunaikan salah satu amalan yang dalam terminologi islam, pahalanya tidak akan terputus walaupun yang bersangkutan telah tiada.
Terlebih, pada prinsipnya asuransi syariah mensubtitusi transaksi yang dilarang, seperti mengganti riba dengan instrumen berbasis sukuk, menghindari gharar atau transaksi yang hasilnya tersembunyi, serta maisir atau unsur judi di mana dalam produk konvensional keuntungan perusahaan sangat bergantung pada kemungkinan kemunculan klaim nasabah.
Head of Sharia AXA Financial Indonesia Rosyida Rivai menjelaskan lebih lanjut terkait fitur wakaf dalam produk asuransi syariah AXA, di mana nasabah bisa mengambil mewakafkan sampai 45 persen dari dua sumber manfaat.
Pertama, dari santunan asuransi polis syariah, atau kedua, dari nilai unit investasi yang terdapat pada asuransi unit link. Setelah dipotong untuk wakaf, 55 persen akan tetap diberikan sebagai manfaat warisan kepada anggota keluarga nasabah.
"Asuransi berbasis syariah punya keistimewaan karena prinsipnya berbagi risiko, kontribusi peserta dikelola secara adil dan transparan, serta tidak masuk ke instrumen investasi usaha yang dilarang. Seperti, makanan-minuman yang diharamkan, usaha yang mengandung perjudian, perusahaan rokok, usaha yang tidak mengandung manfaat, juga perbankan konvensional atau usaha yang mengandung unsur riba," jelasnya.
Terakhir, turut hadir Direktur AXA Financial Indonesia Cicilia Nina yang optimistis bahwa produk asuransi jiwa syariah bakal moncer, menilik meningkatnya minat masyarakat akibat tren serba syariah dan peluang tumbuh dari dalam pasar yang masih belum tersentuh industri.
"Kami melihat ada empat basis market syariah yang potensial tumbuh. Pertama, religius emosionalis yang ingin pure syariah. Ada juga religius rasionalis yang melihat syariah tapi juga memperhatikan benefitnya. Kemudian, ketiga, religius tradisionalis yang lebih menekankan tradisi dan trust. Terakhir, ada religius follower yang suka mengikuti tren," jelasnya.
Potensi ini pun tampak dari data Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia, di mana kontribusi asuransi syariah masih tumbuh 3,8 persen (year-on-year/yoy) dari 2019 senilai Rp16,7 triliun ke Rp 17,34 triliun pada 2020.
Aset industri asuransi syariah pun ditutup sebesar Rp44,4 triliun pada akhir 2020, atau hanya turun turun 2,2 persen (yoy) dibandingkan dengan 2019 senilai Rp45,5 triliun.
Dari total kontribusi dan aset asuransi syariah tersebut, asuransi jiwa syariah menyumbang 84,39 persen dari sisi kontribusi atau Rp14,85 triliun, dan mencatatkan porsi 80,98 persen untuk aset atau sebesar Rp36,32 triliun.