Bisnis.com, JAKARTA — Tren suku bunga simpanan perbankan diperkirakan akan flat pada paruh kedua tahun ini. Selain karena posisi saat ini sudah mulai menyentuh titik terendah, potensi pemulihan ekonomi diperkirakan akan membuat bank lebih fokus pada penyaluran kredit.
Potensi berakhirnya era suku bunga rendah simpanan menjadi salah satu berita pilihan editor di Bisnisindonesia.id. Selain berita perbankan tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Berikut ini highlight Bisnisindonesia.id, Jumat (13/8/2021):
- Aksi Jual Agresif Investor Asing di Saham PT Bukalapak.com Tbk.
Investor asing cenderung melakukan aksi jual bersih dengan net sell sebesar Rp506,01 miliar di seluruh pasar pada perdagangan Kamis (12/8/2021). Di antara saham-saham yang dijual asing, saham PT Bukalapak.com (BUKA) menjadi yang paling banyak dilego dengan nilai jual bersih mencapai Rp880,67 miliar.
Saham BUKA merosot hingga 6,76% ke level 965, dengan koreksi tersebut BUKA terkena Auto Rejection Bawah (ARB) oleh bursa.
Di sisi lain, saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencetak net foreign buy Rp310,84 miliar, saham PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) dikoleksi asing dengan nilai beli bersih Rp91,86 miliar, dan saham PT United Tractors Tbk (UNTR) juga dibeli asing dengan net buy Rp89,91 miliar.
Pelaku pasar dalam negeri menghimpun sentimen positif yang sempat tertunda pascalibur nasional Rabu (11/8/2021) lalu yang memperingati Tahun Baru 1 Muharram 1443 Hijriah. Sentimen datang dari Negeri Paman Sam di mana Senat AS menyetujui paket stimulus senilai US$1 triliun.
Baca Selengkapnya: https://bisnisindonesia.id/article/saham-buka-paling-banyak-dilepas-asing
Direktur Utama PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) Rachmat Kaimuddin dan Komisaris Utama Bukalapak Bambang P.S. Brodjonegoro menunjukkan sertifikat pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia, Jumat (6/8/2021)/Istimewa.
- Era Bunga Simpanan Murah Segera Berakhir
Tren penurunan suku bunga simpanan nasabah di perbankan kemungkinan akan segera terhenti pada paruh kedua tahun ini, seiring dengan potensi pemulihan ekonomi yang kemungkinan akan mendorong bank lebih fokus dalam menyalurkan kredit.
Saat ini, industri perbankan masih ditandai oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang tinggi hingga dua digit, sedangkan kredit justru masih terkoreksi atau negatif. Dalam kondisi ini, bank memiliki posisi tawar yang lebih baik untuk menekan bunga simpanan.
Namun, jika ekonomi berbalik menguat dan permintaan kredit meningkat lagi, bank kemungkinan harus mulai memikirkan ulang strategi bunga rendahnya jika ingin mempertahankan likuiditas dana nasabahnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), DPK perbankan per Mei 2021 tercatat Rp6.836,96 triliun, naik 10,71% secara tahunan atau year-on-year (YoY). Adapun, suku bunga simpanan berjangka 12 bulan rupiah bank umum berada pada 4,92%, turun dari periode sama tahun lalu 6,56%.
Baca Selengkapnya: https://bisnisindonesia.id/article/menanti-berakhirnya-era-bunga-simpanan-murah
- Silang Pendapatan Kementerian ESDM dan BPH Migas Terkait Proyek Cisem
Kelanjutan proyek pembangunan pipa transmisi gas Cirebon—Semarang (Cisem) masih saja menimbulkan perdebatan, kendati sudah lebih dari 15 tahun mangkrak. Tarik menarik kepentingan sejumlah pihak makin terlihat jelas di proyek ini.
Namun, silang pendapat antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terkait dengan penyelesaian proyek tersebut, pada akhirnya tergantung keputusan komite yang baru.
Kementerian ESDM menyatakan masa berlaku Anggota Komite BPH Migas periode 2017—2021 telah habis per 2 Agustus 2021. Dengan demikian, apapun keputusan Komite BPH Migas pada periode tersebut tidak lagi berlaku per Agustus 2021.
Dengan kata lain, keputusan nantinya ada di tangan Komite BPH Migas yang baru atau masa jabatan 2021—2025 yang telah dilantik pada Senin (9/8/2021).
Baca Selengkapnya: https://bisnisindonesia.id/article/tarik-menarik-proyek-pipa-gas-cirebonsemarang-makin-genting
- Ancaman Kedaulatan Data RI di Balik Euforia 5G
Meski digadang-gadang sebagai teknologi masa depan, 5G dinilai berpotensi membuka risiko bagi keamanan siber di Indonesia. Pemerintah pun mesti segera menyiapkan langkah mitigasi untuk menangkal potensi tersebut.
Adapun, risiko dan tantangan pergelaran jaringan 5G terbagi atas tiga yaitu fungsi dari ancaman, aset, dan kerentanan. Dari sisi ancaman, faktor risiko 5G berasal dari banyak hal seperti kriminal siber, aktivis peretas, kelompok teroris, orang pencari kepuasan, dan bahkan negara. Masing-masing pelaku memiliki motif yang berbeda-beda.
Dalam kasus ancaman 5G yang digerakan oleh sebuah negara, motivasi dari serangan siber adalah geopolitik. Sementara itu, motivasi serangan siber dengan aktor penjahat siber dan aktivis peretas tujuannya umumnya sebatas mencari keuntungan.
Wujud ancaman siber teknologi 5G dapat berupa aktivitas jahat, serangan fisik, penyadapan tidak sah, kerusakan yang tidak disengaja, bencana dan lain sebagainya. Dari unsur serangan fisik, 5G dapat membuat seseorang melakukan kegiatan vandalisme, sabotase, hingga pencurian.
Baca Selengkapnya: https://bisnisindonesia.id/article/ancaman-kedaulatan-data-ri-mengintai-di-balik-euforia-5g
- Nyawa Industri TPT Di Ujung Tanduk
Instrumen trade remedies dinilai kurang cukup untuk melindungi industri pertekstilan nasional. Indonesia dinilai perlu mengikuti jejak sejumlah negara produsen utama tekstil global yang mulai fokus pada optimasi serapan pasar domestik.
Negara-negara seperti Vietnam dan India mulai mendorong konsumsi domestik demi memperkuat industri pertekstilan setempat. Di Vietnam, 90% produksi tekstil dan produk tekstil (TPT) setempat ditujukan untuk ekspor. Hanya 10% yang untuk konsumsi domestik.
Manuver selanggam dilakukan juga oleh India. Negara Asia Selatan itu menggaungkan kampanye Made in India guna mengatrol konsumsi domestik. Kampanye itu dibarengi dengan regulasi mengikat yang mewajibkan serapan produk lokal.
Indonesia semestinya mengikuti strategi serupa mengingat pasokan produk serat nonalam buatan lokal terus surplus. Industri rayon, misalnya, memiliki kapasitas produksi mencapai 850.000 ton, tetapi konsumsinya hanya 400.000—500.000 ton.
Baca Selengkapnya: https://bisnisindonesia.id/article/darurat-optimasi-pasar-lokal-demi-nyawa-industri-tpt-nasional