Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kabar Baik dan Buruk dari Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam RDG Januari 2023

Dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesa (RDG BI) periode Januari 2023 menyampaikan sejumlah kabar baik dan buruk bagi ekonomi Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan pemaparan dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (19/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan pemaparan dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (19/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) telah dilakukan pada 18 – 19 Januari 2023. Dalam kesempatan ini, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan sederet kabar dan buruk baik tentang keuangan dalam negeri ataupun global.

Dalam konferensi pers kemarin, (19/1/2023), bank sentral memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen. Dengan demikian, sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023, BI telah mengerek suku bunga sebesar 225 bps.

Perry Warjiyo menuturkan keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah lanjutan untuk memastikan berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

“BI memandang keyakinan ini memadai untuk memastikan inflasi inti akan tetap berada dalam kisaran 2 persen hingga 4 persen, di bawah 4 persen pada semester I/2023,” pungkasnya.

Menurutnya, kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga untuk mengendalikan inflasi barang impor yang diperkuat dengan operasi moneter valas, termasuk implementasi instrumen berupa term deposit valas dari devisa hasil ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar. 

Berikut kabar baik dan buruk yang disampaikan Gubernur BI dalam RDG:

  • Ekonomi Global Semakin Melambat

Perry menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya sebesar 2,3 persen pada tahun ini, turun dari perkiraan sebelumnya 2,6 persen.

“Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 menjadi 2,3 persen, dari perkiraan sebelumnya 2,6 persen,” pungkasnya.

Dia menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi global disebabkan oleh fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai. Hal tersebut diikuti dengan pengetatan kebijakan moneter yang masih cukup agresif di negara maju.

Selain itu, potensi resesi meningkat di Amerika Serikat dan Eropa. Di sisi lain, penghapusan kebijakan zero Covid di China diperkirakan akan menahan perlambatan ekonomi global.

Menurutnya, tekanan inflasi global terindikasi berkurang, namun diperkirakan tetap berada pada level yang tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasok, dan masih ketatnya pasar tenaga kerja di AS dan Eropa.

Pengetatan kebijakan negara maju diperkirakan mendekati titik puncaknya dengan suku bunga yang diprediksi masih akan tetap tinggi sepanjang 2023.

  • Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Berlanjut

Gubernur BI melihat perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 berlanjut karena didorong oleh permintaan domestik yang semakin kuat.

Sepanjang tahun ini, pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus berlanjut meskipun sedikit melambat ke titik tengah kisaran 4,5 hingga 5,3 persen sejalan dengan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi global.

Selain itu, konsumsi rumah tangga diproyeksikan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat pasca penghapusan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kebijakan Masyarakat (PPKM).

Investasi juga diperkirakan akan membaik didorong oleh membaiknya prospek bisnis, meningkatnya aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA), serta berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN).

  • Sinyal Penyetopan Kenaikan Suku Bunga

Perry memberikan sinyal akan mulai menyudahi aksi agresif kenaikan suku bunga acuan pada 2023. Hal ini menjadi angin segar bagi ekonomi nasional, sekaligus mengindikasikan optimisme inflasi yang akan turun sepanjang tahun ini.

Bank sentral memandang laju inflasi hingga akhir 2022 telah turun lebih cepat dari perkiraan sebelumnya, dengan mencapai tingkat 5,51 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi konsensus sebesar 6,5 persen.

Sebelumnya, BI juga memperkirakan inflasi inti pada 2022 akan mencapai 4,61 persen. Namun, realisasi inflasi inti tercatat hanya sebesar 3,36 persen pada akhir 2022.

Nilai Tukar Rupiah Menguat

Rupiah, kata Perry, mengalami apresiasi pada tahun ini. Sampai dengan 18 Januari, rupiah menguat 3,18 persen secara point to point dan 1,20 persen secara rerata dibandingkan dengan level Desember 2022.

Penguatan rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan apresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Filipina yang menguat 2,08 persen secara year-to-date (ytd), Malaysia 2,04 persen ytd, dan India sebesar 1,83 persen ytd.

Penguatan itu didorong oleh aliran masuk modal asing ke pasar keuangan dalam negeri. Hal tersebut juga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik, yang tetap baik dengan stabilitas yang terjaga.

“Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan rupiah terus menguat sejalan prospek ekonomi yang semakin baik dan karenanya akan mendorong penurunan inflasi lebih lanjut,” kata Perry.

  • Intermediasi Perbankan Meningkat pada 2022 dan Berlanjut pada 2023

Perry mengatakan intermediasi perbankan pada 2022 terus meningkat dan diperkirakan berlanjut pada tahun 2023. Hingga Desember lalu, kredit bank tumbuh tumbuh 11,35 persen year-on-year (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh 5,24 persen yoy.

Peningkatan pertumbuhan kredit terjadi merata pada seluruh sektor ekonomi dan seluruh jenis kredit terutama kredit investasi dan kredit modal kerja.

Pemulihan intermediasi juga terjadi pada perbankan syariah, dengan pertumbuhan pembiayaan pada Desember 2022 sebesar 20,1 persen yoy, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya sebesar 6,6 persen yoy.

Di segmen UMKM, pertumbuhan kredit juga terus berlanjut, khususnya penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tumbuh tinggi sebesar 29,66 persen yoy.

Perbaikan intermediasi perbankan didukung sisi penawaran kredit sejalan likuiditas perbankan yang memadai dan standar penyaluran pembiayaan yang longgar. Permintaan kredit juga meningkat sejalan kinerja korporasi dan konsumsi rumah tangga yang membaik. 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper