Bisnis.com, JAKARTA - Silicon Valley Bank (SVB) dinyatakan bangkrut dan menimbulkan kepanikan para nasabah, termasuk perusahaan rintisan (startup) yang menjadi mitra. Berikut daftar 5 bank besar di dunia yang juga mengalami kebangkrutan seperti Silicon Valley Bank.
Kolapsnya Silicon Valley Bank (SBV) menjadi kegagalan terbesar dalam dunia perbankan di Amerika Serikat (AS) setelah bangkrutnya Bank Washington Mutul pada tahun 2008.
Akar bangkrutnya Silicon Valley Bank berasal dari dislokasi yang dipicu oleh tingkat suku bunga lebih tinggi Federal Reserve (The Fed), yang berakibat naiknya biaya pinjaman, hingga melemahkan momentum saham teknologi yang selama ini menguntungkan SVB.
Namun, SVB bukan satu-satunya perusahaan yang mengalami hal seperti itu. Ada sejumlah bank terbesar di dunia yang juga mengalami kebangkrutan seperti dihimpun Bisnis dari berbagai sumber.
5 Bank Terbesar di AS yang Bangkrut
1. Washington Mutual
Washington Mutual adalah lembaga tabungan dan pinjaman terbesar di Amerika yang memiliki aset US$307 miliar atau setara dengan Rp4.729 triliun.
Sayangnya, kegagalan di mulai sejak nilai rumah di seluruh negeri mulai jatuh. Hal ini pun diperparah dengan ekspansi cabang yang terlalu cepat.
Baca Juga
Akibatnya, Washington Mutual berada di lokasi yang buruk di terlalu banyak pasar dan membuat terlalu banyak hipotek subprime atau kredit kepemilikan rumah untuk pembeli yang tidak berkualitas.
Kebangkrutan Lehman Brothers juga menjadi akar dari kebangkrutan Washington Mutual. Nasabah panik setelah mendengar isu tersebut, di mana deposan menarik US$16,7 miliar atau saat ini setara dengan Rp257,2 triliun dari tabungan mereka dan memeriksa rekening selama 10 hari ke depan pada 15 September 2008.
Washington Mutual mengalami kebangkrutan besar yang dialaminya dengan menjual asetnya ke JP Morgan Chase dan Co sebesar US$1,9 miliar atau setara dengan Rp29,2 triliun.
Bangkrutnya Washington Mutual adalah rentetan dari pengambilalihan yang berlebihan dan kegagalan pada transformasi keuangan Amerika yang telah menyapu bersih ratusan miliar dolar kekayaan para pemegang saham.
2. Silicon Valley Bank
Silicon Valley Bank (SVB) yang memiliki aset US$209 miliar atau setara dengan Rp3.219 triliun mengalami kolaps pada Jumat (11/3/2023). Akar bangkrutnya Silicon Valley Bank berasal dari dislokasi yang dipicu oleh tingkat suku bunga lebih tinggi yang diterapkan oleh Federal Reserve (The Fed).
Kepanikan publik dimulai saat SVB mengumumkan telah menjual semua obligasi dengan kerugian US$1,8 miliar atau sekitar Rp 27,8 triliun dan juga akan menjual US$2,25 miliar saham baru untuk menopang neracanya.
Melihat adanya kondisi yang tidak kondusif, membuat banyak perusahaan menarik uang mereka dari bank dan mengakhiri angka waktu 40 tahun bank tersebut.
Saham bank tersebut mulai anjlok pada Kamis pagi dan pada sore hari saham di sejumlah bank di dunia rontok. Bahkan, efeknya langsung dirasakan oleh empat bank terbesar AS kehilangan lebih dari US$50 miliar atau setara dengan Rp770,2 triliun nilai pasarnya
Terbaru, HSBC membeli Silicon Valley Bank (SVB) cabang Inggris dengan harga satu poundsterling atau setara dengan Rp18.650 pada Senin (13/3/2023).
Pembelian ini untuk menyelamatkan pemberi pinjaman utama startup teknologi tersebut di Inggris, karena keruntuhan SVB terus mengguncang pasar.
3. Signature Bank
Usai Silicon Valley Bank (SVB) mengalami kolaps, kini giliran Signature Bank yang berpusat di New York ikut tumbang. Signature Bank sendiri memiliki aset yang diperkirakan mencapai US$118 miliar atau setara dengan Rp1.818 triliun.
Kegagalan tersebut merupakan yang terbesar ketiga dalam sejarah AS, setelah Washington Mutual yang bangkrut pada 2008 dan Silicon Valley Bank pada Jumat (10/3/2023).
Hampir seperempat simpanan Signature Bank berasal dari sektor mata uang kripto. Ambruknya bursa kripto milik Sam Bankman-Fried, FTX, yang menguras simpanan miliaran dolar, memang jadi alasan mereka mengurangi simpanan kripto sebesar US$8 miliar atau sekitar Rp123,3 triliun.
Namun, langkah tersebut gagal menenangkan investor. Kondisi ini nyatanya kian semakin memburuk setelah (SVB) bank yang fokus pada teknologi mengalami krisis.