Bisnis.com, JAKARTA — Industri perbankan bersiap menghadapi tantangan eksternal di paruh kedua 2025, seiring ketidakpastian global yang dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara, termasuk potensi dampaknya ke Indonesia.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Hendra Lembong menyampaikan bahwa isu global, khususnya terkait tarif impor AS, menjadi perhatian utama bagi perbankan dalam membaca arah perekonomian.
Hendra mengungkapkan bahwa BCA terus memantau dampak kebijakan tersebut, terutama terhadap nasabah yang bergerak di sektor perdagangan internasional.
“Kami akan lihat apa yang kami bisa bantu untuk nasabah-nasabah yang mengembangkan bisnisnya di dalam era global dengan tarif Trump,” ujarnya dalam paparan kinerja BCA, Rabu (30/7/2025).
Sementara itu, Direktur BCA John Kosasih menambahkan bahwa secara domestik, kondisi likuiditas perbankan kian membaik, ditandai dengan ketersediaan dana yang ample dan tren penurunan suku bunga.
“Kalau kami perhatikan, mudah-mudahan di semester kedua ini belanja pemerintah dan proyek-proyeknya mulai berjalan. Ini akan membantu menstimulasi pertumbuhan ekonomi lebih lanjut,” tutur John.
Baca Juga
Dia optimistis bahwa dukungan dari sisi fiskal akan memberi ruang gerak lebih besar bagi sektor riil dan pada akhirnya turut menopang kinerja perbankan nasional di tengah tekanan eksternal.
Sepanjang semester I/2025, BBCA beserta entitas anak membukukan laba bersih senilai Rp29 triliun atau tumbuh 8% secara tahunan (YoY). Kredit perseroan tumbuh 12,9% YoY menjadi Rp959 triliun per Juni 2025, sedangkan himpunan DPK tumbuh sebesar 5,7% YoY menjadi Rp1.190 triliun per Juni 2025.
Jenis simpanan giro dan tabungan atau dana murah berkontribusi sebesar 82,5% dari total simpanan perseroan. Dana murah perseroan tersebut tumbuh 7,3% YoY mencapai Rp982 triliun.
Pengusaha RI Siap-siap Alihkan Pasar
Sementara itu, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap persiapan pengusaha untuk memperluas pasar ekspor guna mengantisipasi tekanan penurunan permintaan dari Amerika Serikat (AS) jelang penetapan tarif resiprokal. Adapun, pemerintah AS tengah memfinalisasi keputusan penerapan tarif yang akan diumumkan paling lambat 9 Juli 2025.
Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan pihaknya saat ini masih dalam tahap menunggu dan melihat (wait and see) atas hasil negosiasi pemerintah Indonesia dengan AS.
“Pengalihan pasar itu secara alami tetap akan terjadi, banyak negara terluka oleh perilaku hegemoni negara-negara besar,” kata Danang kepada Bisnis, Senin (7/7/2025).
Menurut Danang, pengalihan pasar ekspor pasti terjadi untuk mempertahankan penjualan global. Terlebih, AS merupakan pasar utama dari tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki Indonesia dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 40,6% dan 34,2% pada 2024.
“Maka jejaring kerja sama ekonomi akan beralih ke negara negara yang lebih bersahabat, juga bisa terjadi karena kompetisi atau perubahan arus supply chain ataupun kebijakan reciprocal tariff,” jelasnya.
Saat ini, pengusaha TPT dalam negeri mengharapkan keputusan dan hasil negosiasi terbaik yakni pengurangan penerapan tarif yang diterapkan AS sebesar 32% terhadap barang asal Indonesia. “Saat ini negosiasi sedang berlangsung di DC, sebaiknya kita sepenuhnya percayakan kepada pemerintah melalui tim negosiasinya,” tuturnya.