Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Blue Print Perbankan Penting Untuk Hadapi MEA

Pemerintah bersama regulator diminta untuk membuat cetak biru atau blue print perbankan Indonesia.
Kinerja industri perbankan 2013 dan 2014/Ilustrasi-Jibiiphoto
Kinerja industri perbankan 2013 dan 2014/Ilustrasi-Jibiiphoto

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bersama regulator diminta untuk membuat cetak biru atau blue print perbankan Indonesia.

Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan blue print ini menjadi salah satu persiapan industri perbankan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

"Ya kalau mau serius untuk hadapi MEA harus ada blue print. Sebagai bangsa kita harus punya rencana yang jelas dan dituangkan dalam suatu cetak biru perbankan nasional," ujarnya di Jakarta, Kamis (21/5/2015).

Dengan adanya blue print perbankan nasional, lanjutnya, bank-bank di Indonesia dapat mengetahui akan dibawa kemana arahnya. Apalagi, blue print perbankan nasional ini merupakan dokumen konsensus dari semuapemangku kepentingan.

Tidak tersedianya blue print perbankan ini berpotensi mematahkan rencana aksi-aksi dalam dunia keuangan, terutama merger dan akuisisi.

"Baik pemerintah, OJK, BI, DPR dan semua pemangku kepentingan harus mengikuti blue print ini, arahnya kemana. Kalau enggak sepakat antara bank A dan bank B mau diapakan sehingga kalau dieksekusi akan menimbulkan pro kontra. Kayak sekarang ada pro kontra tentang merger, akhirnya enggak jadi, kan enggak jelas, mau dibawa kemana," tutur Sigit.

Dia berharap agar perbankan Indonesia untuk melakukan konsolidasi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Bank-bank di negara Asia Tenggara telah lebih dahulu melakukan konsolidasi untuk memperkuat permodalan sehingga lebih siap dalam menghadapi MEA.

"Konsolidasi perbankan itu perlu dilakukan di negeri ini, karena bank kita terlalu kecil. Indonesia adalah negara dengan kekuatan ekonomi 16 terbesar dunia. Gross Domestic Product atau GDP kita nomor 16 rankingnya di dunia tapi bank rangking ratusan. Tiongkok, GDP ranking satu dan punya 17 bank terbesar di dunia. Bank kita itu kurang kuat modal," terangnya.

Pilihan yang bisa dilakukan oleh kalangan perbankan untuk memperkuat modal yakni dengan melakukan merger.

Namun, Sigit mengakui bahwa persoalan merger atau konsolidasi memang sulit dilakukan dan menimbulkan polemik atau pro-kontra sehingga membutuhkan arah yang jelas dari pihak pemilik yakni kementerian BUMN.

"Pemiliknya siapa sih, ya pemerintah kan karena kita enggak bisa berhrap bank swasta yang pemiliknya beragam itu sulit untuk konsolidasi. Harapannya saat ini pada bank BUMN yang pemiliknya sama. Nah pemiliknya kalau sulit untuk konsolidasi, apa yang bisa diharapkan pada bank swasta yang pemiliknya beragam," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper