Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persepsi Investor Lemahkan Rupiah

Pemerintah menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi beberapa hari terakhir diakibatkan persepsi investor mengenai kenaikan Fed Fund Rate.
Karyawan menata uang rupiah di cash center sebuah bank./JIBI-Abdullah Azzam
Karyawan menata uang rupiah di cash center sebuah bank./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang terjadi  beberapa hari terakhir diakibatkan persepsi investor mengenai kenaikan Fed Fund Rate.
 
Pada Rabu (14/9/2016) berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor),  kurs rupiah ditutup Rp13.228 per dolar AS atau terdepresiasi 0,58% setara dengan 77 poin. Sementara itu, pada Selasa (13/9/2016), kurs rupiah ditutup Rp13.151 per dolar AS, dan pada Jumat (9/9) kurs rupiah ditutup Rp13.089 per dolar AS.
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pelemahan rupiah disebabkan persepsi pasar yang masih memperkirakan terjadi kenaikan suku bunga The Fed pada bulan ini. Di sisi lain, investor sudah melihat kemungkinan The Fed yang cenderung menahan suku bunganya.
 
“Tadinya sampai dengan kemarin orang masih mengira tingkat bunganya The Fed akan naik, tapi hari ini mulai yakin enggak [naik]. Keliatannya enggak, kalau tadinya naik maka rupiah melemah,” katanya, di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
 
Faktor lainnya, realisasi dari kebijakan amnesti pajak yang belum sesuai ekspetasi juga mempengaruhi persepsi investor. Namun, dia meyakini fluktuasi rupiah masih hal wajar sehingga belum membutuhkan intervensi khusus. Dia berharap dana tebusan dan repatriasi dari amnesti pajak dapat terealisasi sesuai target sehingga rupiah bisa menguat.
 
“Belum butuh intervensi dalam waktu seperti ini, walaupun turun itu enggak banyak. Sebetulnya, kalau tax amnesty berhasil baik, pasti rupiah menguat,” ucapnya.
 
Ekonom Kenta Institute Eric Alexander Sugandi menyatakan pengaruh persepsi investor terhadap kenaikan suku bunga The Fed yang berimbas ke pelemahan rupiah cenderung timbul tenggelam hingga akhirnya bank sentral AS itu benar-benar menaikkan rate.
 
Namun, persepsi pelaku pasar itu lebih pada jangka pendek. Menurutnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini masih berada dalam kisaran sesuai dengan fundamentalnya yakni di Rp12.800-Rp13.300/dolar AS,
 
“Maksudnya sesuai fundamental adalah sesuai dengan kondisi fundamental makro Indonesia, tanpa memperhitungkan faktor noises yang pengaruhi persepsi pelaku pasar seperti risiko kenaikan suku bunga The Fed,” ujarnya.
 
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan mata uang Asia lainnya cenderung melemah akibat ketidakpastian dari kenaikan The Fed. Harga minyak yang sempat anjlok ke US$45 per barel dan perlambatan harga komoditas juga menyebabkan pasar keuangan dalam negeri terkoreksi.
 
Menurutnya, pelaku pasar juga tengah menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan ini dengan ekspetasi adanya pemangkasan.
 
“Kita lihat ke depan, ini belum ada kepastian karena belum ada kejelasan petunjuk kenaikan The Fed, maka dolar AS berpotensi kembali melemah. Tapi kalau ada perubahan signifikan untuk forecast, itu akan membuat dolar menguat,” jelasnya.
 
Suku Bunga Rendah
 
Darmin menambahkan saat ini dunia tengah diselimuti oleh tren suku bunga rendah. Pemerintah akan terus menekan bunga single digit untuk menggairahkan sektor riil. Namun, Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross yang naik menjadi 3,1% membuat perbankan belum mampu menurunkan bunga kreditnya.
 
“NPL naik ya pencadangan perbankan naik, kalau naik akan lebih lambat untuk menurunkan tingkat bunga karena pencadangan itu menaikkan biaya,” katanya.
 
Saat ini, perbankan sudah mulai mengarahkan suku bunga kreditnya ke arah 10% sehingga diyakini hingga akhir tahun bisa single digit. Bunga kredit single digit baru dinikmati kalangan usaha mikro, kecil dan menengah melalui program kredit usaha rakyat dengan bunga kredit 9%.
 
Sementara itu, pada Agustus 2016, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate di 5,25%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Veronika Yasinta
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper