JAKARTA – Bank Indonesia akan mengintegrasikan data nasabah simpanan perbankan sebagai upaya memerangi tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), mengatakan bank sentral sedang menyiapkan penyatuan single customer identification file (CIF) yang selama ini hanya dikelola di masing-masing bank.
Single CIF tersebut menyimpan informasi tentang data nasabah serta produk yang digunakan seperti tabungan, deposito, giro, kredit, deposit box hingga trustee.
"Ke depannya data single CIF yang ada di masing-masing bank akan disatukan sehingga dapat dilacak secara cepat simpanan nasabah antar bank,” ujarnya Kamis (20/6/2013).
Penyatuan Single CIF mirip dengan Sistem Informasi Debitur (SID) yang sudah ada selama ini. Bedanya, SID berisi data nasabah kredit, sementara single CIF akan berisi data nasabah seluruh layanan perbankan.
SID selama ini diandalkan oleh perbankan untuk melihat rekam jejak nasabah kredit. Apabila nasabah tersebut masih memiliki utang besar maupun kredit masalah, maka akan sulit mendapatkan kredit baru.
Difi menjelaskan proses penyatuan Single CIF ini memerlukan akses terhadap Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP), yang saat ini menjadi identitas tunggal dan tidak bisa dipalsukan. Dengan akses tersebut maka bisa ditelusuri nasabah yang menggunakan indentitas yang tidak benar dalam mendapatkan layanan perbankan.
Untuk memuluskan intrgasi single CIF tersebut, BI sudah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kemendagri dalam pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Data Kependudukan, dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) pada bulan lalu. E-KTP tersebut akan digunakan sebagai sarana untuk melakukan verifikasi identitas nasabah dalam layanan produk perbankan.
Proses integrasi single CIF ini sebenarnya juga sudah dimasukan oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran 15/21/DPNP tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.
Beleid baru yang berlaku mulai 14 Juni 2013 tersebut memasukan tujuh rencana aksi yang harus dipersiapkan oleh bank umum dalam program anti pencucian uang dan pendanaan teroris.