Bisnis.com, JAKARTA- Denny Indrayana tampak khusuk memerhatikan satu per satu monitor Posko Pelayanan Kesehatan 24 Jam di Kantor BPJS Kesehatan Jakarta, Senin pekan ini. Sesekali dia tersenyum dan menganggukan kepala mendengar pemaparan petugas BPJS Kesehatan.
Berbagai monitor berukuran besar berjejer rapi dengan fungsi yang beragam. Satu monitor raksasa berguna untuk teleconference memantau kinerja BPJS Kesehatan di daerah. Monitor lain berfungsi sebagai sarana komunikasi, informasi hingga pemantauan keluhan dari pasien.
Sebagai Wakil Menteri Hukum dan HAM, tentu Denny berhak mengetahui sejauh mana kesiapan program yang baru bergulir awal tahun 2014 tersebut. Dia cukup sumringah setelah apa yang dilakukan tim BPJS Kesehatan dirasa sudah bekerja maksimal.
"Saya melihat teman-teman [BPJS Kesehatan] sudah siap, dan saya tahu ini merupakan kerja yang cukup berat. Tetapi melihat teknologi yang digunakan, saya optimistis, pendekatan inilah yang bakal menjadi latar belakang pelayanan memuaskan bagi masyarakat," paparnya di Jakarta pekan ini.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memang baru saja bergulir awal 2014. Badan ini merupakan sebuah transformasi dari PT Askes (Persero) yang diamanatkan sesuai amanat Undang-undang Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang Nomor 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Di sinilah warga Indonesia memasuki era baru dalam pelayanan kesehatan. Meskipun memang saat proses transformasi mengundang pro dan kontra atas pembentukan BPJS Kesehatan ini. Di luar itu, gaung yang dicanangkan pemerintah ihwal Gerakan Sadar Memiliki Jaminan Kesehatan baru berjalan seumur jagung.
Salah satu terobosan terbaru dari sistem BPJS Kesehatan tingkat lanjutan adalah penggunaan pola pembayaran Indonesia Case Based Groups (INA CBG'S). Sistem ini diterapkan sesuai Perpres No 11/2013 hasil revisi Perpres No 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Disinyalir, sistem pola pembayaran INA CBG'S sangat bermanfaat dengan tarif terstandardisasi dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fadjriadinur menjelaskan, melalui INA CBG'S, perhitungan tarif pelayanan pasien dinilai lebih objektif berdasarkan pada pembiayaan sebenarnya.
Karena, pola INA CBG'S merupakan sistem pengelompokan penyakit berdasarkan ciri klinis yang sama dan bersumber daya yang digunakan dalam pengobatan. Dia memberi contoh, ketika pasien datang dan memeriksa keluhan, si pasien bakal segera mengetahui berapa tarif yang harus dibayar atas penyakit yang diderita tersebut.
Penerapan pola pembayaran INA CBG'S dalam BPJS Kesehatan memang sudah dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia. Tarif pembayaran pada pola tersebut berbentuk paket yang mencakup seluruh komponen biaya rumah sakit berbasis pada tarif dan kode yang mengacu International Classification of Diseases (ICD) yang disusun Badan Kesehatan Dunia (WHO). Setiap penyakit memiliki kode dan tarif yang sudah terkomputerisasi.
“Pola tersebut diharapkan akan lebih efektif dan mampu meningkatkan mutu pelayanan dibanding pola pembayaran fee for service yang selama ini dilakukan di sejumlah rumah sakit,” paparnya.
Dia menuturkan INA CBG'S tentunya merupakan sebuah penerapan pola pembayaran yang masih terus dibenahi di tubuh BPJS Kesehatan. Namun, katanya, perlahan sosialisasi terus dilakukan kepada seluruh penyelenggara pelayanan kesehatan.
Pola tersebut juga diharapkan akan memudahkan bagi pelayanan ketersediaan obat terhadap pasien. Karena, pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan menjadi satu komponen dalam pola pembayaran INA CBG'S.