Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah melambatnya pertumbuhan di pasar domestik, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. pun melobi Bank Sentral Malaysia untuk melancarkan pembukaan anjungan tunai mandiri (ATM) baru sekitar 50 unit guna meningkatkan pendapatan operasional.
Direktur Keuangan Bank Muamalat Indonesia Hendriarto mengatakan perseroan telah berdiskusi kepada Bank Negara Malaysia (BNM) dan melayangkan surat permohonan kepada otoritas tersebut.
“Ternyata tak ada regulasi yang melarang untuk memasang ATM di luar kantor cabang perseroan dan kami sudah mengajukan surat permohonan,” ungkapnya, Jumat (20/6/2014).
Hendriarto mengharapkan BNM meloloskan surat permohonan Bank Muamalat. Menurutnya, rencana pembukaan ATM tersebut akan semakin memberikan kemudahan kepada tenaga kerja asal Indonesia untuk melakukan pengiriman uang kepada keluarga nasabah di Indonesia.
Jika Bank Negara Malaysia (BNM) mengizinkan untuk membuka ATM di luar kantor maka perseroan menargetkan pembukaan hingga 50 unit.
“Pembukaan ATM, akan memudahkanTKI untuk melakukan transfer dana sehingga tidak perlu menggunakan buku tabungan. Karena kalau nasabah mau pindah buku maka akan ada biaya tambahan lagi,” ungkapnya.
Bank Muamalat masih memiliki satu kantor cabang di Malaysia, dengan nilai aset US$200 juta. Di tengah melambatnya pertumbuhan pembiayaan, perseroan siap menggenjot raihan fee based income untuk menjaga pertumbuhan laba.
Hingga Mei 2014, Bank Muamalat mencatatkan pertumbuhan laba bersih mencapai 3% hingga Mei 2014 yakni mencapai Rp272 miliar.
Hendriarto mengaku terjadi perlambatan bisnis bank syariah pada tahun ini, apalagi masih tingginya suku bunga dana perbankan sehingga membuat margin bank kian tertekan. “Cost of fund kami naik hingga 50 basis poin,” ungkapnya.
Sementara itu, total dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun perseroan hingga Mei 2014 mencapai Rp44,8 triliun, dengan total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp43,3 triliun.
Hingga Mei 2014, rasio pembiayaan terhadap pendanaan (FDR) mencapai 96% dan perseroan akan menjaga FDR tersebut di kisaran 95%. Hendriarto tak khawatir akan likuiditas perseroan, sebab masih memilik dana dalam bentuk surat utang syariah (sukuk) mencapai Rp1,5 triliun.