Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaminan Pensiun BPJS Diterapkan Juli 2015, Peraturan Pemerintah Belum Tuntas

Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal hal teknis jaminan pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan hingga kini belum tuntas.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur soal hal teknis jaminan pensiun oleh BPJS Ketenagakerjaan hingga kini belum tuntas. 

Padahal, pelaksanaan jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan dimulai pada awal 2015.

 

Perdebatan soal besaran iuran hingga kini menjadi salah satu persoalan mendasar belum kelarnya PP tersebut.

"Hingga kini pengusaha masih mempersoalkan besaran iuran yang harus ditanggung oleh para pemberi kerja," ujar Bambang Purwoko, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dalam talkshow  bertema Menanti Jaminan Pensiun yang Ideal bagi Pekerja.

Dalam hal ini, DJSN mengusulkan iuran sebesar 8 persen untuk tahap awal dan sebesar 15 persen untuk 15 tahun ke depan.

Hal itu, sambungnya, karena pemberi kerja berasalan masih banyak kewajiban lain yang harus mereka tanggung kepada para pekerja, seperti soal kewajiban dalam BPJS lainnya yang harus mereka bayarkan.

"Angka 8 persen yang kami usulkan dalam PP Jaminan Pensiun sudah sangat realistis."

Hal itu mengingat besaran iuran tersebut tidak akan ditanggung seluruhnya oleh pengusaha, pekerja juga ikut membayar.

Setelah itu, setiap tiga tahun sekali dievaluasi dan mengalami kenaikan sebesar 2 persen. Hingga pada saat 15 tahun ke depan, besaran 15 persen telah dapat dipenuhi.

"Masa kita kalah dengan Trinidad yang sudah menjalankan program jaminan pensiun, dengan besaran 8,4 persen. Prancis bisa diangka 14 persen, Italia 30-an persen. Saya rasa, 8 persen cukup realistis dan sangat minimal," ujarnya.

Ketua Bidang Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Timur Sutanto mengatakan program jaminan pensiun cukup positif bagi para tenaga kerja.

"Hal mendasar yang harus dibahas adalah soal besaran iuran. Kalau perusahaan skala sedang hingga besar, mungkin bisa saja mengcover iuran sebesar 8 persen."

Hal itu berbeda dengan perusahaan kecil hingga mikro. Karena itu, pemerintah jangan memukul rata kebijakan ini kepada seluruh pemberi kerja.

Selain itu, menurutnya, yang harus juga dibahas adalah soal status pegawai. Karena saat ini di Indonesia, ada pekerja yang bersatus pegawai tidak tetap, buruh harian, serta pegawai outsourcing.

Kepala Divisi Teknis BPJS Ketenagakerjaan, Endro Sucahyono mengatakan, nantinya iuran sebesar 8 persen itu akan ditanggung bersama antara pemberi kerja dengan pekerjanya.

Menurutnya, pemberi kerja membayar iuran sebesar 5 persen dan pekerja sebesar 3 persen.

"Namun saat ini, hal tersebut belum final, karena rancangan PP masih digodok."

Namun, dia berharap berharap rancangaan PP yang mengatur soal jaminan pensiun tersebut dapat segera diselesaikan dan disahkan menjadi sebuah peraturan.

"Kami  terus mempersiapkan berbagai hal untuk menjalankan program tersebut," tegas Endro.

Program jaminan pensiun ini merupakan sesuatu yang baru, karena nantinya pekerja swasta juga bisa mendapatkan pensiun seperti halnya PNS dan TNI/Polri.

Karena itu, pekerja swasta sangat mengharapkan program ini dapat segera berjalan. Karena itu, diharapkan semua pihak dapat segeraa menuntaskan berbagai persoalan, sehingga PP soal jaminan pensiun ini dapat segera diterbitkan," ungapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper