Bisnis.com, MANADO - Likuiditas perbankan di Sulawesi Utara masih bergantung pada aliran dana segar dari luar daerah.
Asisten Direktur Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Utara Ignatius Adhi mengakui adanya disparitas likuiditas antardaerah.
Kondisi likuiditas di Sulut cenderung lebih ketat dibandingkan dengan rata-rata likuiditas industri perbankan nasional.
Rasio pembiayaan terhadap pendanaan (loan to deposit/LDR) perbankan Sulut pada akhir 2014 tercatat 131,08%, sedikit menurun dibandingkan dengan posisi LDR pada akhir 2013 sebesar 133,02%.
Meski terjadi penurunan, namun rasio LDR masih jauh melampaui batas yang ditetapkan regulator sebesar 92%.
Rasio LDR yang jauh melampaui threshold, menurut Ignatius, tidak serta merta dapat dikategorikan sebagai kondisi krisis sebab perbankan masih dapat meraup dana dari luar daerah untuk kemudian disalurkan sebagai kredit.
“Sulut memang bukan tempat untuk dana,” katanya sebagaimana dikutip dari harian Bisnis Indonesia, Senin (2/3/2015).
Mulai beroperasinya agen-agen perbankan seiring dengan dibukanya Laku Pandai pada tahun ini diproyeksikan akan sedikit membantu sisi pendanaan.
Namun demikian, lanjutnya, dalam jangka panjang fungsi agen-agen perbankan akan bergeser sebagai perpanjangan tangan bank dalam menyalurkan kredit.
Menurut Adhi, para pelaku industri perbankan di Sulut harus semakin kreatif mencari upaya mendatangkan dana dari luar daerah untuk dapat disalurkan ke wilayah ini.
Bank-bank umum yang memiliki jaringan kantor di seluruh Indonesia dapat memanfaatkan dana yang dihimpun di wilayah yang lebih gemuk dari sisi likuiditas seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Sedangkan bank yang berkantor pusat di Sulut dapat memanfaatkan kerja sama dengan bank lain melalui channeling kredit ataupun membuka kantor cabang di luar daerah.