Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sinyal Dovish BI, Pertumbuhan Ekonomi Jadi Taruhan?

Bank Indonesia masih membuka ruang pemangkasan suku bunga acuan pada pertemuan terakhir 2024 setelah menahan BI Rate di 6% pada RDG BI 19-20 November 2024.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) bersama jajaran Dewan Gubernur berfoto sebelum konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu (20/11/2024) di Jakarta. / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) bersama jajaran Dewan Gubernur berfoto sebelum konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu (20/11/2024) di Jakarta. / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia memutuskan menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2024. Kendati demikian, bank sentral masih membuka ruang penurunan suku bunga.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bank sentral tetap membuka ruang penurunan suku bunga acuan pada sisa 2024. Hal ini karena inflasi masih rendah serta diiringi dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi di Tanah Air.

Meski demikian, pihaknya masih perlu memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan BI Rate lebih lanjut.

"Apakah masih terbuka ruang penurunan suku bunga? Masih terbuka tapi akan sangat tergantung ini [merujuk pada rupiah, inflasi, dan dinamika global], sabar," ungkap Perry dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (20/11/2024).

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur BI yang berakhir 20 November 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6%.

Perry mengatakan keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di Amerika Serikat," ujar Perry.

Pasalnya saat ini rupiah mengalami pelemahan sebagai dampak dari semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global dengan perkembangan politik di AS.

"Fokusnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Caranya bagaimana? dengan intervensi di pasar valas, optimalisasi SRBI, dan pembelian SBN dari pasar sekunder," lanjut Perry.

Ke depan, BI akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi serta perkembangan data dan dinamika kondisi yang berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan lebih lanjut.

Adapun keputusan BI ini sejalan dengan konsensus ekonom yang dihimpun Bloomberg, yang menunjukkan kecenderungan BI Rate akan ditahan 6%

Sebanyak 27 dari 36 ekonom dalam konsensus memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan, sedangkan sembilan di antaranya atau 25% dari total ekonom masih meyakini BI Rate akan dipangkas 25 basis poin menjadi 5,75%.

Pertaruhan Pertumbuhan Ekonomi

Langkah BI menahan suku bunga berbeda dengan keputusan pada September lalu yang memangkas BI Rate dari 6,25% menjadi 6% dan mengubah arah kebijakan suku bunga yang sebelumnya hanya pro-stability, kini juga pro-growth atau mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sejumlah ekonom sebelumnya juga memandang BI sejatinya perlu melakukan pemangkasan suku bunga lanjutan demi mengerek pertumbuhan ekonomi.

Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang menjadi satu yang mengemukakan pandangan tersebut.

Hosiana menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1%—sudah dipangkas dari target awal 5,2%—terancam tidak tercapai karena realisasi sepanjang tahun berjalan hingga kuartal III/2024 di angka 5,03%. 

"Melihat posisi cadangan devisa yang cukup banyak dan perkiraan ada potensi Fed rate cut setidaknya sekali lagi di Desember 2024 nanti. Jadi ini waktu yang tepat untuk BI [pangkas BI Rate]," ujarnya, Selasa (19/11/2024).

Selain demi pertumbuhan ekonomi, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian menuturkan bank sentral perlu melakukan pemangkasan. Hal ini karena Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) telah melakukan pemangkasan Fed Fund Rate (FFR) sebesar 75 basis poin dari puncaknya.

Sementara di Indonesia, BI baru memangkas 25 basis poin sehingga terdapat ruang penurunan suku bunga acuan di Tanah Air. 

"Indonesia belum potong [BI Rate]. Plus ada urgency untuk mengejar pertumbuhan ekonomi," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper