Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NPL UMKM Tinggi, Perbankan Sumbar Diminta Cari Alteratif Penyaluran Kredit

Perbankan diminta mencari alternatif penyaluran kredit ke sektor yang lebih aman, guna menghindari semakin meningkatnya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) UMKM di Sumatra Barat yang sudah menyentuh level 7,6%.
Pengrajin bingkai foto/Ilustrasi-Antara
Pengrajin bingkai foto/Ilustrasi-Antara

Bisnis.com, PADANG—Perbankan diminta mencari alternatif penyaluran kredit ke sektor yang lebih aman, guna menghindari semakin meningkatnya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) UMKM di Sumatra Barat yang sudah menyentuh level 7,6%.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Puji Atmoko menuturkan perbankan perlu lebih kreatif menyasar sektor pembiayaan baru yang potensial tumbuh, untuk mengejar penyaluran kredit yang mengalami perlambatan.

“Perlu dicari sektor-sektor yang lebih ‘hijau’. Komoditi [sawit dan karet] yang sudah ‘merah’, jangan ditambah lagi,” katanya, Rabu (7/9/2016).

Bank Indonesia mencatatkan NPL sektor UMKM Sumbar sudah menyentuh 7,6% per Juli 2016, dengan rincian kredit mikro 3,1%, kecil 7,1%, dan kredit menengah 12,5%. Angka itu jauh melewati ambang batas yang ditetapkan regulator 5%.

Menurutnya, sektor komoditas sawit dan karet yang mengalami kejatuhan paling parah sepanjang beberapa tahun terakhir, menjadi penyebab tingginya rasio kredit bermasalah UMKM  daerah itu.

“[Kredit] menengah itu umumnya di sektor sawit. Sudah SOS, perlu diatasi segera,” ujarnya.

Adapun, Data Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Sumbar kuartal kedua membukukan kinerja perbankan daerah itu mengalami perlambatan signifikan. Terbukti, aset hanya tumbuh 6,8% menjadi Rp56,46 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp52,85 triliun.

Sementara kinerja penyaluran kredit hanya 8,3% menjadi Rp49,65 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp45,84%, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan hanya 6,7% menjadi Rp35,25 triliun dari tahun sebelumnya Rp33,02 triliun.

Puji menyebutkan pelemahan kinerja itu didorong belum stabilnya perekonomian akibat pelemahan ekonomi global dalam beberapa tahun terakhir, serta kejatuhan harga komoditas. Meski begitu, dia meyakini potensi peningkatan kinerja sektor perbankan masih sangat besar, terutama dengan menggarap potensi lainnya, seperti sektor pariwisata yang belum optimal.

Moh Marzuki, Wakil Pemimpin Wilayah Bisnis BRI Sumbar mengatakan perseroan memprioritaskan penyaluran pembiayaan ke sektor produktif, terutama perdagangan dan pertanian.

“Juga industri kreatif yang lagi berkembang, potensinya besar. Kami bantu fasilitasi lewat KUR,” katanya.

Dia menuturkan BRI bekerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif dan pemerintah daerah, memfasilitasi permodalan dan pembinaan manajemen keuangan untuk menciptakan industri yang sehat.

Sekretaris Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Sumbar Yerismal menyebutkan BPR yang selama ini fokus di kredit perkebunan dan pertanian di daerah, mulai mengalihkan porsi pembiayaan ke sektor perdagangan.

“Untuk sawit misalnya memang harus hati-hati, karena harga sedang jatuh. Anggota kami [BPR] lebih memprioritaskan ke sektor perdagangan yang lebih aman,” ujarnya.

Apalagi, imbuhnya, sebagian besar BPR di daerah itu berada di pedesaan dan dekat dengan pelaku usaha perdagangan di pasar-pasar tradisional yang selama ini belum tergarap dengan baik.

Sementara itu, Kepala OJK Perwakilan Sumbar Indra Yuheri menyarankan perbankan melakukan restrukturisasi kredit, sehingga memberikan ruang bagi debitur untuk mengukur ulang kemampuan bayarnya.

“Kami dorong bank untuk restruk saja, dengan penjadwalan ulang pembayaran kredit, besaran setorannya, sehingga nasabah juga tidak terbebani,” katanya.

Menurutnya, tingginya NPL sektor UMKM, yang berkontribusi lebih dari 30% terhadap total penyaluran kredit di daerah itu, disebabkan kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih.

Termasuk rendahnya harga komoditas pertanian yang berujung menurunnya daya beli masyarakat, menyebabkan banyaknya gagal bayar debitur bank. Terutama debitur yang bergerak di sektor pertanian komoditas.

“Tidak bisa disalahkan karena ekonomi sepanjang awal tahun memang lagi lesu. Solusinya ya bersama-sama baik dari industri maupun pemda,” ujarnya.

Indra mengungkapkan secara keseluruhan NPL perbankan daerah itu masih terkendali di kisaran 3,3%, namun kredit UMKM terutama bidang usaha menengah dengan besaran kredit di atas Rp100 juta mengalami kenaikan rasio macet yang signifikan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Heri Faisal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper