Bisnis.com, PADANG—Bank Indonesia menilai fokus perbankan di Sumatra Barat yang terlalu dominan menyalurkan kredit UMKM ke sektor perdagangan, membuat rasio kredit bermasalah UMKM di daerah itu membengkak.
Kepala Perwakilan BI Sumbar Puji Atmoko menyebutkan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan/NPL sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) setempat sudah menyentuh 7,41% per Oktober 2016.
“Bank sudah harus refocus, sudah harus diubah fokus penyaluran kreditnya. Jangan terlalu dominan di perdagangan, salurkan ke sektor-sektor produktif yang lain,” katanya, Kamis (8/12/2016).
Dia mengatakan porsi bidang berdagangan terhadap kredit UMKM daerah itu mencapai 66%. Padahal, masih banyak sektor produktif lainnya yang perlu menjadi prioritas pembiayaan, seperti pertanian dan pariwisata.
Adapun, total kredit UMKM Sumbar mencapai Rp15,26 triliun atau hanya tumbuh tipis 3,86% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Rasio kredit bermasalah untuk sektor mikro masih terjaga di angka 3,20%, atau masih jauh dari ambang batas regulator yang menetapkan NPL tidak boleh melewati 5%.
Begitu juga dengan pertumbuhannya yang amat menjanjikan dengan capaian 28,02% atau dengan besaran kredit Rp4,64 triliun. Besarnya penyaluran KUR di daerah itu dinilai memacu pertumbuhan kredit mikro.
Meski sektor mikro terbilang bagus, tetapi NPL untuk kredit usaha kecil sudah mencapai 7% dengan pertumbuhan kredit 11,4% atau mencapai Rp5,92 triliun dari total kredit UMKM Sumbar.
Yang paling mengkhawatirkan tentu saja NPL untuk kredit menengah yang menyentuh 12,05% dengan pertumbuhan kredit sektor itu minus 18,30% atau Rp4,70 triliun dari total kredit.
Sejak tahun lalu, kredit UMKM skala menengah juga mengalami penurunan pertumbuhan 13,48% yang didorong anjloknya harga komoditas. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2012 dengan capaian 26,08%, dan mulai mengalami perlambatan dua tahun berikutnya.
Puji menuturkan membengkaknya NPL UMKM juga ikut berpengaruh terhadap turun drastisnya kredit modal kerja yang hanya 0,2%, dengan rasio kredit bermasalah mencapai 6,36%.
Indra Yuheri, Kepala Perwakilan OJK Sumbar mendorong perbankan merestrukturisasi kredit untuk memperbaiki kinerja NPL.
“Kami dorong bank untuk restruk saja, dengan penjadwalan ulang pembayaran kredit, besaran setorannya, sehingga nasabah juga tidak terbebani,” ujarnya.
Dia mengakui belum pulihnya ekonomi dan masih rendahnya harga komoditas menyebabkan pertumbuhan perbankan mengalami kemandekan. Termasuk menurunnya daya beli masyarakat yang menyebabkan gagal bayar debitur bank, terutama yang bergerak di sektor perdagangan.
Menurutnya, kontribusi kredit UMKM di daerah itu yang mencapai 24% terhadap total penyaluran bank, perlu diwaspadai dengan baik, agar kinerja kredit tetap sehat.
“Tidak bisa disalahkan, karena ekonomi sekarang memang lagi lesu. Solusinya ya bersama-sama baik dari industri maupun pemda,” kata Indra.
OJK mendorong bank lebih selektif menyalurkan kredit serta kreatif membidik sektor-sektor baru yang potensial untuk dikembangkan.
Upaya mengejar sektor lain, PT BPD Sumbar alias Bank Nagari misalnya mulai memprioritaskan penyaluran kredit untuk bidang pertanian, peternakan, dan perikanan, setelah sebelumnya fokus di sektor perdagangan.
“Tahun ini kami dapat alokasi KUR Rp100 miliar. Ini diprioritaskan untuk pembiayaan di sektor pertanian mencakup perkebunan dan kehutanan, peternakan dan perikanan,” kata Direktur Utama Bank Nagari, Dedy Ihsan.
Perbankan lainnya, juga menyatakan ketertarikan untuk menggarap sektor produktif, seperti BNI yang berniat meningkatkan porsi penyaluran kredit ke sektor pariwisata dan usaha kreatif.
CEO BNI Wilayah Padang Ronny Venir menyebutkan potensi sektor pariwisata dan industri kreatif di Sumbar belum banyak dilirik perbankan. Padahal, sektor tersebut dinilai potensial seiring kebijakan pemda mengembangkan pariwisata.
Adapun, data BI hingga kuartal ketiga tahun ini membukukan, total aset perbankan Sumbar tumbuh 6,8% menjadi Rp57,46 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp53,80 triliun.
Sedangkan penyaluran kredit tumbuh 6,2% menjadi Rp50,29 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp47,37 triliun, dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 5,9% menjadi Rp35,97 triliun.
BI mencatat rasio kredit bermasalah terus naik menjadi 3,6% dari dua kuartal sebelumnya yang masing-masing hanya 3% dan 3,3%. Sedangkan loan to deposit ratio/LDR perbankan daerah itu mencapai 139,8%.