Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun prediksi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) tahun depan bakal memengaruhi likuiditas perbankan dalam negeri, bankir menilai perang suku bunga tak akan terjadi.
Iman Nugroho Soeko, Direktur PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN), mengatakan jika tahun depan suku bunga acuan The Fed naik sekitar 50 sampai 75 basis poin dan menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah, kemungkinan besar suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 days (reverse) repo rate juga ikut naik.
Dampak lanjutannya adalah suku bunga dana pihak ketiga (DPK) dan kredit juga akan naik setara dengan kenaikan 7 days (reverse) repo rate.
"Tapi sejauh permintaan kredit masih seimbang dengan suplai likuiditas maka tidak perlu terjadi perang suku bunga untuk memperebutkan DPK," katanya kepada Bisnis.com di Jakarta pada Senin (19/12/2016).
Menurut Iman, industri keuangan harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut, sebab siklus seperti ini sudah beberapa kali terjadi, sehingga tak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan.
Direktur Utama PT Bank Mayora Irfanto Oeij juga berpendapat senada. Dia menjelaskan kenaikan suku bunga acuan AS tidak akan terlalu berdampak besar dalam penghimpunan dana bank dalam negeri.
Alasannya, bank-bank masih akan fokus pada konsolidasi dalam rangka perbaikan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Dengan demikian, bank-bank tak akan buru-buru meningkatkan penghimpunan dana. "Tidak akan sampai terjadi perang tarif."
Sementara itu, Direktur Pengembangan Bisnis dan Teknologi Informasi PT Bank Bukopin Tbk. Adhi Brahmantya berujar perang suku bunga tidak akan terjadi karena sudah ada ketentuan batas atas (capping) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan kategori bank.