Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. berniat melakukan penambahan modal, antara lain lewat strategi emisi surat berharga subordinasi, demi mengantisipasi penurunan rasio permodalan.
Menurut Direktur Keuangan dan Treasury BTN Iman Nugroho Soeko, rencana tersebut berkaitan dengan pemenuhan pedoman standar akutansi keuangan (PSAK) 71 yang akan mulai berlaku pada awal Januari 2020. Aturan tersebut juga merupakan ratifikasi dari International Financial Reporting Standard (IFRS) 9 yang berlaku di negara-negara anggota G-20.
Perubahan metode penghitungan dalam regulasi itu membuat bank harus menambah porsi cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) aset kredit sehingga membuat rasio kecukupan permodalan (capital adequacy ratio/CAR) menjadi tergerus.
Dalam perhitungan sementara yang dilakukan BTN tahun 2017, potensi penurunan CAR akibat penambahan CKPN mencapai 1,8%. Akan tetapi angka tersebut masih belum final. Perseroan sedang melakukan gap analysis untuk menghitung keperluan penambahan CKPN, disesuaikan dengan jumlah kredit dan kondisi nonperforming loan (NPL).
“Kalau menggunakan perhitungan gap analysis tahun 2017 posisi CAR BTN akan turun sekitar 1,8%. Saat ini CAR 18,2% kalau dikurang 1,8% berarti sekitar 16,4%, sebenarnya masih aman, tapi kalau mau tumbuh tinggi, ya perlu tambah modal,” kata Iman, belum lama ini.
Menurut Iman, gap antara jumlah pencadangan yang selama ini dilakukan BTN dengan metode penghitungan baru sesuai PSAK 71 cukup besar.
Hal ini antara lain karena BTN menetapkan due date kredit yang macet adalah di atas 270 hari, sedangkan dalam pedoman baru menjadi di atas 90 hari. Perhitungan tersebut telah diterapkan BTN sejak 2010 mengacu pada PSAK 55.
“Ternyata begitu penghitungannya diubah, probability of default menjadi lebih besar, lost given default dan exposure at default juga besar sehingga CKPN harus besar. Kondisinya mungkin berbeda dengan bank lain yang mungkin selama ini sudah mengatur due date kreditnya 90 hari, sehingga tidak perlu banyak menambah CKPN,” paparnya.
Sebagai gambaran, pada tahun 2018 BTN mengalokasikan CKPN sebesar Rp1,7 triliun dengan pertimbangan laba operasional tahun 2018 sebesar Rp5,308 triliun. Adapun sejak 2014, 2015, 2016 dan 2017 nilai CKPN BTN masing-masing tercatat Rp776,9 miliar, Rp901,3 miliar, Rp707,6 miliar dan Rp884,4 miliar.
Meski belum menyebutkan angka pasti kebutuhan penambahan modal serta penambahan pencadangan tahun ini, Iman mengatakan perseroan telah menyiapkan beberapa strategi untuk menyuntik modal.
“Kalau holding bank tidak terealisasi pada tahun ini, Plan B ya dari pasar modal lewat issue subdebt. Tapi nanti akan kami hitung dulu kebutuhan CKPN,” kata Iman.
Pembentukan holding perbankan yang masih diupayakan Kementerian Badan Usaha Milik Negara ditargetkan rampung pada medio 2019.
Menurut Iman, jika holding bank telah terbentuk, penyuntikan modal BTN dengan skema rights issue atau emisi obligasi subordinasi akan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah.