Bisnis.com, JAKARTA -- Industri perbankan Indonesia menyiapkan skema non konvensional guna menambah sumber pendananan dan menyeimbangkan profil maturitas kredit.
Direktur Tresuri dan Internasional PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Bob Tyasika Ananta mengatakan alternatif sumber pendanaan tersebut dapat berasal dari pinjaman bilateral maupun penerbitan surat berharga.
Pada semester satu ini BNI berencana menerbitkan surat utang berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) hingga US$ 500 juta. Sedangkan sepanjang tahun ini perseroan menargetkan mendapatkan pendanaan non konvensional senilai Rp20 triliun.
"Penerbitan funding non konvensional macam-macam, sekarang ini, loan itu dananya dari konvensional dan non konvensional," katanya kepada Bisnis, Rabu (12/2/2020).
Tahun lalu, realisasi pendanaan non konvensional BNI mencapai Rp14 triliun.
Sementara itu, realisasi pendanaan konvensional atau dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp614,3 triliun tahun lalu. Sementara untuk tahun ini, perseroan menargetkan pertumbuhan sebesar 9 persen sampai 11 persen.
Berdasarkan laporan keuangan tahunan BNI, rasio pinjaman terhadap total simpanan (loan to deposit ratio) selama 2019 tercatat mengalami pengetatan. Realisasi LDR pada 2019 adalah sebesar 91,5% atau meningkat dari capaian 2018 sebesar 88,8%.
Menurutnya, pendanaan non konvensional penting dilakukan BNI untuk menyembangkan profil maturitas dan cost of fund.
"Funding non konvensional memang lebih mahal, kalau giro dan tabungan kapan saja bisa diambil. Non konvensional lebih panjang, terbitkan tiga sampai lima tahun, itu kita kombinasi," katanya.
CEO Citibank N.A. Indonesia Batara Sianturi menargetkan pada tahun ini prtumbuhan pendanaan non konvensional akan tumbuh single digit tidak jauh berbeda dari realisasi tahun lalu.
"Iya wholesale funding sama retail funding tetap jalan terus, ada komitmen kepada OJK, plan untuk 2020," sebutnya.