Bisnis.com, JAKARTA — Citibank N.A. Indonesia membeberkan strategi untuk menekan likuiditas yang membayangi industri perbankan Tanah Air pada awal tahun ini. Tekanan likuiditas tecermin dari penghimpunan DPK Citi Indonesia yang minus 4,22% (year on year/YoY) per kuartal I/2025, dari Rp58,09 triliun menjadi Rp55,64 triliun.
CEO Citi Indonesia Batara Sianturi menyatakan bahwa pihaknya mengandalkan dana murah (low cost fund) yang dijaga pada kisaran 70% dari total dana pihak ketiga (DPK). Sebagian besar dana tersebut datang dari segmen nasabah bisnis multinasional.
“Jadi kita akan melanjutkan fokus untuk menjaga rentang dana murah dari multinational business, karena sekitar 80% daripada funding itu adalah dari multinational business. Sisanya dari institusi finansial, perusahaan lokal, dan commercial banking,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Lebih lanjut, segmen nasabah komersil disebutnya menjadi kontributor terbesar di bawah segmen korporat, dengan kontribusi 10% dari total dana murah Citi Indonesia saat ini.
Menurutnya, nasabah dari klasifikasi pasar menengah dan kecil juga merupakan penyumbang dana murah perseroan. Rasio dana murah Citi Indonesia per April 2025 tercatat sebanyak 74% dari total simpanan, sehingga tekanan likuiditas dapat diminimalisir saat DPK menurun.
“Tekanan daripada likuiditas itu tidak sebesar kalau kita harus bergantung pada biaya pendanaan yang sangat tinggi,” imbuhnya.
Baca Juga
Adapun, Citi Indonesia membukukan laba bersih Rp645,35 miliar pada kuartal pertama tahun ini, turun 3,09% dari sebelumnya Rp665,9 miliar.
Berdasarkan laporan keuangannya, Citi Indonesia menyalurkan kredit sebesar Rp27,97 triliun pada kuartal pertama tahun ini, menurun 11,22% dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp31,51 triliun. Aset perseroan naik tipis 0,25% (YoY) menjadi Rp91,04 triliun.
Tren DPK dan Kredit Korporasi April 2025
Adapun, data Bank Indonesia mencatat pertumbuhan DPK korporasi mencapai 9,5% (YoY) menjadi Rp4.213 triliun per April 2025, melambat dari bulan sebelumnya yang sebesar 9,7%.
Jumlah itu mengungguli laju pertumbuhan DPK industri yang naik 4,4% (YoY) ke angka Rp8.741,5 triliun.
Dari sisi intermediasi, penyaluran kredit korporasi pada April 2025 tumbuh 12,6% (YoY) menjadi Rp4.311,8 triliun, turun tipis dari bulan sebelumnya yang bertumbuh 13,1% (YoY).
Laju pertumbuhan itu lebih tinggi dari pertumbuhan kredit industri perbankan sebesar 8,5% (YoY) hingga mencapai Rp7.866,5 triliun pada periode yang sama.