Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Laba Bank Kecil Tergerus, Ekonom Sarankan Perhatikan Teknologi

Saat ini pesaing utama bank kecil bukan hanya perbankan namun juga perusahaan teknologi.
Ilustrasi - Pegawai Bank menunjukan uang rupiah di kantor cabang Jakarta, Senin (2/3/2020). Bisnis/Abdurachman
Ilustrasi - Pegawai Bank menunjukan uang rupiah di kantor cabang Jakarta, Senin (2/3/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Investasi di bidang teknologi diyakini membantu bank di BUKU I dan BUKU II memperbesar perolehan laba.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David E. Sumual mengatakan pertumbuhan laba bank menengah kecil yang melambat dalam beberapa tahun terakhir dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkombinasi.

Faktor tersebut mulai dari kondisi pasar domestik akibat terselengaranya pemilu maupun peningkatan pencadangan terkait implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 tentang penambahan pencadangan. 

Selain itu, kredit sebagai bisnis utama perusahaan terus mengalami tantangan. Saat ini, bank tidak hanya bersaing dengan sesama bank dalam menyalurkan kredit tetapi juga dengan perusahaan teknologi keuangan (Tekfin) atau lebih dikenal dengan financial technology (Fintech).

Dengan segmen nasabah kredit yang sama maka bank kecil akan kalah teknologi dari perusahaan tekfin. Saat yang sama, teknologi lawas yang digunakan oleh bank kecil membuat beban biaya operasional menjadi mahal.

"Model bisnis mereka mirip, sama masuk ke UKM, pembiayaan sektor kecil menengah, perdagangan, itu juga ketat sedang bank kecil juga kan sebagian belum menerapkan digital jadi masih pakai bisnis model sama, otomatis juga biaya dikeluarkan besar," katanya kepada Bisnis, Selasa (3/3/2020). 

Terpisah, CFO Bank Sampoerna Henky Suryaputra mengakui memang terjadi penurunan laba pada 2019. Penurunan laba ini terkait dengan peningkatan beban operasional (non-bunga) yang naik 22 persen dari Rp528 miliar pada 2018 menjadi Rp647 miliar tahun lalu. 

PT Bank Sahabat Sampoerna, selama 2019 mencatat pertumbuhan laba sebesar  Rp25 miliar (belum diaudit). Jumlah ini memang lebih rendah daripada laba bersih yang dibukukan pada tahun 2018 sebesar Rp86 miliar.

Henky menyebutkan peningkatan beban operasional non-bunga terutama disebabkan membesarnya beban penyisihan penurunan nilai kredit yang diberikan. 

"Peningkatan beban ini sendiri antara lain terkait dengan persiapan penerapan standar akuntansi (PSAK) nomor 71. Bank Sampoerna telah mulai menerapkan PSAK 71 di awal 2020," katanya kepada Bisnis, Selasa (3/3/2020). 

Untuk itu, pada 2020, Bank Sampoerna akan terus meningkatkan fungsi intermediasi dengan terus meningkatkan efisiensi beban operasional dan menigkatkan kualitas kredit. Apalagi pihaknya telah selesai melakukan persiapan awal penerapan PSAK 71 sehingga diharapkan laba pada 2020 dapat meningkat.

Sementara itu, meskipun mengalami penurunan laba, Bank Sampoerna justru mencatatkan peningkatan jumlah pinjaman sepanjang 2019 dengan nilai Rp7,9 triliun, meningkat Rp 641 miliar atau 9 persen dibandingkan dengan yang dibukukan satu tahun sebelumnya. 

"Sejalan dengan itu, Bank Sampoerna mencatatkan pendapatan bunga sebesar Rp 1,3 triliun sepanjang tahun 2019. Angka ini meningkat 17 persen dari jumlah yang dicatatkan pada tahun 2018," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper