Bisnis.com, JAKARTA-- Tarif iuran yang dikenakan kepada peserta mandiri BPJS Kesehatan masih belum turun, meskipun Mahkamah Agung telah membatalkan kenaikan itu lewat putusan sidangnya pada awal Maret lalu.
Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan pemerintah harus melakukan perbaikan di tingkat regulasi, sebelum pembatalan kenaikan iuran dapat diimplementasikan.
"Pemerintah harus merevisi pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres 75/2019 terkait putusan MA tentang pembatalan kenaikan iuran peserta mandiri," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (20/3/2020).
Menurut Perpres 75/2019, peserta mandiri BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 lalu harus membayar nilai iuran lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dengan rincian kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, dan kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Timboel menjelaskan selain merevisi aturan tentang iuran peserta mandiri, pemerintah juga diharapkan segera melakukan revisi Pasal 52 ayat 1 huruf (o) Pepres No. 82/2018 yang menyatakan pembiayaan atas kejadian bencana atau wabah tidak ditanggung JKN.
Hal itu perlu dilakukan untuk memastikan dasar hukum BPJS Kesehatan menjamin pembiayaan kesehatan bagi pasien yang terinfeksi virus Corona. Corona adalah wabah yg tidak dijamin bila mengacu pada Pasal 52 tersebut.
Baca Juga
Sebelumnya Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan bahwa hingga saat ini belum terdapat penyesuaian besaran iuran program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Alhasil, besaran iuran yang saat ini berlaku masih sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Iqbal menjelaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima secara resmi salinan putusan MA terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut membuat belum adanya keputusan dari pemerintah, maupun BPJS Kesehatan selaku operator program JKN, terkait perubahan besaran iuran.
"Ketika besaran iuran di sistem teknologi informasi [TI] akan disesuaikan, BPJS Kesehatan memerlukan payung hukum. Kami harus memastikan dulu, seperti apa detil putusan MA dimaksud [untuk kemudian membahas ketentuan besaran iuran yang berlaku]," ujar Iqbal kepada Bisnis, Minggu (22/3/2020).