Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Bank Central Asia Tbk. memberikan komentar terkait restrukturisasi atau keringanan kredit bagi debitur terdampak COVID-19.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan relaksasi yang diberikan OJK sangat membantu bank dalam meredam pemburukan kualitas kredit yang terdampak COVID-19, baik melalui proses restrukturisasi maupun relaksasi kolektibilitas kredit yang penilaiannya hanya berdasarkan satu pilar. Selain itu, dengan proyeksi pertumbuhan kredit yang lebih moderate di tahun ini, likuiditas bank masih dapat terjaga.
"BRI sendiri akan menjaga LDR di kisaran 90%," katanya kepada Bisnis, Selasa (31/3/2020) malam. Dihubungi terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja enggan berkomentar mengenai kebijakan pemerintah. Dia menilai, ketentuan yang dibuat dalam suatu keadaan darurat akan memiliki banyak implikasi.
Menurutnya, saat ini usaha BCA lebih fokus pada corporate social responsibility (CSR) dengan mendonasikan ventilator, APD, masker, test kit dan semacamnya ke RSPAD, RSCM, dan sejumlah rumah sakit lainnya. "Dalam keadaan darurat pasti suatu ketentuan akan banyak implikasinya sekarang usaha BCA fokus di CSR," katanya kepada Bisnis, Selasa (31/3/2020).
Adapun dalam kesempatan sebelumnya, kebijakan keringanan kredit yang dirilis pemerintah dinilai akan memberatkan kondisi likuiditas bank, khususnya bank beraset kecil dan bank perkreditan rakyat (BPR).
Perhimpunan bank perkreditan rakyat Indonesia (Perbarindo) sempat menyampaikan surat permohonan relaksasi ketentuan dan peraturan BPR. Perbarindo menilai kebijakan OJK mengenai relaksasi kredit akan menimbulkan pemahaman yang berbeda-beda.
Baca Juga
Hal ini kemudian akan berdampak pada risiko likuiditas berupa BPRS yang kesulitan cashflow, terkena masalah likuiditas karena tidak ada angsuran yang masuk dan nasabah penyimpan akan cenderung mengambil dananya.
Dari risiko kredit, berpotensi terjadi moral hazzard untuk tidak membayar angsuran dan industri BPR-BPRS berpotensi tidak mampu melakukan penyisihan dan pencadangan risiko kredit sesuai dengan ketentuan regulasi.