Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Implementasi Keuangan Berkelanjutan, Tantangan makin berat

Sebagian besar sumber daya yang ada saat ini justru lebih terfokus untuk mengatasi dampak pandemi.
Gedung ramah lingkungan (green bulding). /Istimewa
Gedung ramah lingkungan (green bulding). /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi keuangan berkelanjutan di industri perbankan masih menjadi fokus yang terus diupayakan pada masa pandemi ini.

Namun, hambatan justru semakin sulit untuk diatasi akibat kualitas struktur ekonomi semakin rendah serta kemampuan pemerintah yang terbatas.

Dalam orasi ilmiah, Sabtu (13/3), Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rofikoh Rokhim menyayangkan sebagian besar sumber daya yang ada saat ini justru lebih terfokus untuk mengatasi dampak pandemi.

Hal ini justru membuat perwujudan tujuan pembangunan berkelanjutan menjadi terkesampingkan. "Pengentasan kemiskinan, perubahan iklim, akses pendidikan yang berkualitas, kesehatan masyarakat, dan kesetaraan gender merupakan poin yang menjadi isu utama dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun, tentu pelaksanaannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit," katanya.

Rofikoh menyampaikan pemerintah sebagai agen utama pembangunan berupaya untuk terus meminimalisir dampak ekonomi dari pandemi dengan APBN.

Namun upaya tersebut tetap tidak mampu mencukupi kebutuhan akibat rasio pajak terhadap PDB mengalami penurunan.

Dia berpendapat perbankan justru memiliki peran yang lebih krusial. Sebanyak 77,90 persen aset keuangan di sistem keuangan Indonesia berada di industri perbankan, sedangkan 22,90 persensisanya berada di industri keuangan non-bank seperti pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lainnya. 

Oleh karena itu, dia pun berharap kombinasi berbagai pemangku kepentingan, maka diharapkan kembaga keuangan dapat semakin diperkuat.

Lebih lanjut, Rofikoh menyoroti pola penyaluran kredit serta penepatan suku bunga kredit dari perbankan salama ini. Menurutnya, tidak banyak praktik keuangan berkelanjutan yang memiliki konsep visi jangka panjang.

Masih banyak lembaga keuangan memberikan pinjaman dengan tingkat bunga yang tinggi kepada perusahaan seperti sektor pertambangan secara ekstensif tanpa memerhatikan keberlangsungan lingkungan.

Dalam jangka pendek, dia menyampaikan bank akan mendapatkan pendapatan bunga yang sangat menarik. Namun dalam jangka panjang, kegiatan pertambahan akan merusak lingkungan sekitar dan aktivitas tambang pun pada akhirnya akan berhenti jika sumber daya telah habis. 

Padahal, perbankan bisa menyalurkan pinjaman kepada perusahaan pertambangan dengan bunga yang lebih rendah. Namun, hal ini tentu harus dibarengi terdapat klausul seperti menjaga lingkungan dan menggunakan sumber daya lokal.

Dalam jangka pendek keuntungan yang diperoleh bank mungkin tidak akan tinggi. Namun debitur dapat melakukan aktivitas bisnisnya dalam jangka waktu yang lebih panjang sekaligus mampu menghidupkan perekonomian di sekitarnya.

"Hidupnya perekonomian sekitar ini dapat menjadi sumber penyaluran modal dan tentunya merupakan potensi pendapatan bagi bank di masa depan" imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper