Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan perlindungan konsumen kembali dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui penerbitan Peraturan OJK (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Dengan diterbitkannya POJK ini, maka POJK Nomor 1/POJK.07/2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Adapun, ketentuan ini mengatur penerapan perlindungan konsumen oleh industri jasa keuangan sejak perencanaan produk, pelayanan, dan penyelesaian sengketa.
Selain itu, POJK ini memperjelas kewajiban prinsip keterbukaan dan transparansi informasi produk dan layanan serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, POJK terbaru ini menjadi sebuah upaya yang sangat bagus dalam konteks perlindungan konsumen sehingga mampu melengkapi semua regulasi lain.
Kendati demikian, dia menilai keberhasilan regulasi tersebut masih akan bergantung kepada banyak hal. Salah satunya, kemauan konsumen untuk belajar mengenai literasi keuangan.
“Edukasi konsumen, misalnya, tidak hanya ditentukan oleh upaya edukasi dari regulator dan perusahaan keuangan, tetapi juga bergantung kepada kemauan belajar dari konsumen,” ujar Piter kepada Bisnis, Rabu (18/5/2022).
Menurut Piter, faktor utama keberhasilan dari regulasi tersebut berada pada kesadaran konsumen. Dia menilai OJK perlu membangkitkan kesadaran konsumen untuk berusaha melindungi dirinya sendiri.
“Semua aturan proteksi dari regulator akan sia-sia kalau konsumennya tidak berupaya maksimal melindungi diri sendiri,” tutur Piter.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara, menyatakan POJK ini makin memperkuat pengaturan perlindungan konsumen dan kewajiban pelaku usaha jasa keuangan sebagai respons terhadap dinamika di sektor jasa keuangan
Tirta menambahkan bahwa penguatan perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan sangat diperlukan untuk menyesuaikan perkembangan inovasi dan teknologi yang cepat dan dinamis.