Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kesadaran Punya Dana Pensiun Rendah, Indonesia Hadapi Tantangan Besar di 2060

Aset industri asuransi baru mencapai 8,5 persen dari GDP Indonesia, sementara aset dana pensiun hanya sebesar 2,7 persen dari GDP di 2020. Hal ini menjadi masalah serius karena Indonesia akan menghadapi banyaknya populasi menua dalam beberapa dekade mendatang.
Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) bersama dengan Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wiroatmojo saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Menteri BUMN Erick Thohir (kiri) bersama dengan Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wiroatmojo saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menilai Indonesia akan memiliki tantangan besar dalam menghadapi era populasi menua (aging population) di tengah rendahnya kesadaran masyarakat menyiapkan dana pensiun.

Dia mengatakan, industri asuransi dan dana pensiun di Indonesia masih kurang berkembang dibandingkan perbankan dan sektor finansial lainnya.

Aset industri asuransi baru mencapai 8,5 persen dari GDP Indonesia, sementara aset dana pensiun hanya sebesar 2,7 persen dari GDP di 2020. Hal ini menjadi masalah serius karena Indonesia akan menghadapi banyaknya populasi menua dalam beberapa dekade mendatang.

"Kita tahu kita punya bonus demografi dan akan berubah menjadi aging population dalam 20 tahun mendatang. Jadi di 2060-2070, kita akan punya banyak aging population dan kita telat untuk transformasi ekosistem dana pensiun kita dan telat untuk bangun aset yang match untuk liabilitas di masa depan," ujar Tiko dalam IFG International Conference 2022, Senin (30/5/2022).

Menurutnya, rendahnya perkembangan dana pensiun karena masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap risiko finansial masa depan dan kesadaran dalam menyiapkan dana pensiun untuk generasi selanjutnya.

Dia mengatakan, kurva manajemen risiko untuk risiko keuangan pribadi masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Masyarakat cenderung lebih memprioritaskan menyimpan uang di bank agar uangnya dapat ditarik kapan saja, dibandingkan menempatkan uangnya untuk investasi masa depan. Orang juga cenderung berinvestasi pada instrumen investasi dengan risiko tinggi karena menginginkan imbal hasil yang cepat.

"Misal, di BPJS Ketenagakerjaan, masyarakat ingin tarik lebih cepat dana pensiun mereka. Mereka tidak mau uang mereka tumbuh untuk cadangan masa depan, mereka mau liat cash sekarang," katanya.

Oleh karena itu, Tiko menilai perlu adanya upaya untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk menyiapkan mitigasi risiko finansial di masa depan. Perlu adanya edukasi masif agar orang memahami risiko hidupnya sehingga orang memiliki kesadaran untuk membeli produk proteksi dan menyiapkan dana pensiunnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper