Bisnis.com, JAKARTA – Deretan bank digital Tanah Air seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO), PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI), dan PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) dihadapkan pada risiko kenaikan inflasi dan suku bunga.
Jika tak diantisipasi dengan baik, inflasi dan suku bunga akan mendatangkan petaka yang berujung penutupan bisnis bank digital.
Ambil contoh saja, Volt Bank Limited (Volt), bank digital murni asal Australia yang menutup bisnisnya baru-baru ini. Bank digital itu tersandung inflasi dan kenaikan suku bunga yang menyulitkannya mengumpulkan dana dari masyarakat.
Sebelumnya diketahui, Reserve Bank of Australia (RBA) menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 1,35 persen, Selasa (5/7/2022). Jika dihitung sejak Mei 2022, suku bunga di Negeri Kangguru sudah mengalami kenaikkan sebesar 125 basis poin, tertinggi sejak 1994. Hal tersebut dilakukan untuk menekan inflasi yang terus melambung.
Adapun pada kuartal I/2022, inflasi di Australia mencapai 5,1 persen, tertinggi dalam 2 dekade terakhir.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan berbeda dengan di Australia, pada umumnya bank digital di Indonesia tidak berdiri sendiri, sehingga lebih tahan guncangan.