"Namun, itu tidak berarti kebijakan ketat selamanya karena, pada akhirnya, inflasi akan turun," ujar Daly pada sebuah acara di Universitas California, Berkeley pada Jumat (18/4/2025).
Dia mengaku masih merasa nyaman dengan perkiraan median dalam Ringkasan Proyeksi Ekonomi Fed pada Maret, yang menunjukkan dua kali penurunan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin sepanjang sisa tahun ini.
Menurutnya jika inflasi akhirnya menurun maka The Fed harus melakukan penurunan suku bunga secara bertahap untuk menstimulus perekonomian. Kendati demikian, kepala The Fed San Francisco itu menekankan pihaknya tidak perlu terburu-buru.
“Kita punya banyak waktu, dan kita berada di posisi yang baik untuk menunggu sebentar," jelasnya.
Dia meyakini bank sentral berada di posisi yang solid untuk memutuskan kebijakan moneter yang ketat untuk terus menekan inflasi.
Daly menambahkan semua perusahaan yang dihubunginya memilih untuk tak banyak ambil risiko sehingga membatasi investasi dan memangkas proyeksi pembukaan lapangan kerja.
Baca Juga
“Sejauh ini kami belum banyak mendengar tentang PHK. Kami belum banyak mendengar tentang menarik diri dan berdiam diri,” katanya.
Sejak awal 2025, The Fed telah menahan kebijakannya sebagai respons terhadap inflasi yang tinggi dan yang terbaru kebijakan perdagangan agresif Trump, yang ingin menaikkan tarif kepada hampir semua barang impor secara drastis.
Sebagian besar ekonom memperkirakan bea masuk akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi, setidaknya dalam jangka pendek.
Sebelumnya, Ketua The Fed Jerome Powell—dan sejumlah pejabat Fed lainnya—sudah mengatakan bahwa bank sentral akan fokus untuk memastikan bahwa kenaikan harga barang-barang karena penerapan tarif resiprokal tidak memicu kenaikan inflasi terus-menerus.
Saat yang sama, bank sentral negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok G7 pun bersiap merilis kebijakan moneter pertama mereka sebagai respons, meskipun kemungkinan akan menghasilkan pendekatan yang berbeda-beda.
Mengutip Bloomberg, Bank Sentral Kanada diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada Rabu (waktu setempat) guna mengantisipasi potensi inflasi akibat perang tarif yang tengah berlangsung dengan AS.
Sementara itu, Bank Sentral Eropa (ECB) dijadwalkan mengumumkan keputusannya pada keesokan harinya, dengan ekspektasi penurunan suku bunga.
Keputusan suku bunga dari Federal Reserve (The Fed) baru akan diumumkan pada 7 Mei mendatang. Untuk saat ini, perhatian pasar tertuju pada langkah ECB dan Bank of Canada (BoC) dalam menenangkan investor sambil menilai dampak ekonomi dari kebijakan proteksionis Trump.
Presiden ECB, Christine Lagarde, menyatakan pada pekan lalu (11/4/2025) bahwa pihaknya terus memantau situasi dan siap mengambil langkah jika diperlukan, mengingat stabilitas harga dan keuangan saling berkaitan.
Ini menjadi kali kedua dalam lebih dari dua tahun terakhir ECB dihadapkan pada dilema suku bunga akibat ketidakpastian dari AS sebelum The Fed mengambil tindakan. Saat krisis Silicon Valley Bank pada 2023 yang mengguncang pasar global, ECB tetap menaikkan suku bunga sebesar 0,5 poin seperti yang telah dijanjikan.
Namun kali ini, arah kebijakan ECB tampak lebih jelas. Tarif impor dari AS diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi Eropa. Karena Uni Eropa belum mengambil langkah balasan yang dapat memicu inflasi, ECB diprediksi akan menurunkan suku bunga sebesar 0,25 poin.
Di sisi lain, Kanada menghadapi pertimbangan yang lebih kompleks. Meski tarif Trump mulai menekan investasi bisnis dan belanja konsumen, ekspektasi inflasi justru meningkat. Data indeks harga konsumen yang akan dirilis Selasa diperkirakan menjadi penentu utama keputusan suku bunga BoC.
“Keputusan suku bunga ECB pada 17 April tampaknya menjadi lebih mudah. Selain dampak langsung dari tarif AS terhadap ekonomi kawasan euro, Dewan Pemerintahan juga harus mempertimbangkan pengaruh penguatan mata uang euro,” jelas ekonom Bloomberg, yakni David Powell dan Simona della Chiaie.