Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia membantah kondisi likuiditas saat ini ketat. Usai penurunan suku bunga acuan atau BI Rate, kondisi likuiditas diklaim semakin memadai, setidaknya di pasar uang.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) Erwin Gunawan Hutapea menjelaskan bahwa transaksi di pasar merespons penurunan suku bunga acuan yang telah dilakukan.
Tercermin dari data 16 Juli hingga 22 Juli 2025, suku bunga di pasar bergerak turun. Termasuk suku bunga pasar uang antarbank atau Indonesia Overnight Index Average (INDONIA) yang kemarin, Rabu (23/7/2025), ditutup pada level 4,83%. Lebih rendah dari 5,14% pada 15 Juli 2025.
“Satu respons yang sangat positif menunjukkan bahwa likuiditas yang ada di pasar itu berada pada jumlah yang sangat mencukupi,” jelasnya dalam Taklimat Media, Kamis (24/7/2025).
Berdasarkan pengamatan Erwin, saat ini rata-rata ketersediaan dana atau available fund pada pagi hari di pasar sudah mencapai di atas Rp90 triliun. Artinya, likuiditas berada pada jumlah yang sangat memadai.
“Kalau ada pandangan yang mengatakan likuiditas berada dalam kondisi ketat, di pasar uang setidaknya kami bisa katakan likuiditas itu berada pada jumlah yang sangat memadai,” tuturnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Erwin menyampaikan bahwa volume pasar uang cenderung stabil di angka kisaran Rp70 triliun secara total. Baik pada transaksi di pasar sekunder, swap valas, maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Kemudian dari sisi komposisi, untuk melakukan pengelolaan likuiditas, BI akan mendorong komposisi likuiditas semakin bergeser ke tenor yang lebih pendek, di mana BI akan mengurangi penerbitan SRBI dengan tenor panjang.
Bahkan, imbal hasil SRBI pun telah diturunkan sebesar 161 basis poin, dari 7,30% menjadi 5,69% untuk tenor 12 bulan. Angka tersebut bahkan sudah lebih rendah dari periode 11 Juli 2025, yang kala itu suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 masing-masing sebesar 5,85%, 5,86%, dan 5,87%.
“Ini menunjukkan betapa kuatnya komitmen Bank Indonesia untuk terus mendorong agar suku bunga turun, agar likuiditas terus bertambah dan kredit segera tumbuh,” ungkapnya.
Untuk volume pasar valas, baik cash market, today tomorrow spot (TTS), forward swap, dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), Erwin mengungkapkan berada pada jumlah yang cukup stabil untuk memfasilitasi pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan valas. Meski demikian, dirinya tidak menyebutkan besarannya secara detail.
Di samping itu, dalam upaya melonggarkan likuiditas, Bank Indonesia terus memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan. Hingga minggu pertama Juli 2025, total insentif KLM mencapai Rp376 triliun. Angka tersebut meningkat dari akhir tahun lalu yang senilai Rp251 triliun.