Bisnis.com, JAKARTA — Pola konsumsi masyarakat yang belum bergeser mempengaruhi rasa optimis perbankan atas kinerja penyaluran kredit pada segmen ini.
Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk. Adrian Panggabean mengatakan, pola konsumsi masyarakat sebetulnya belum berubah terutama masyarakat dengan pendapatan US$3.500 – US$5.000 per kapita. Tak sedikit dari mereka mengalokasikan uang untuk kebutuhan-kebutuhan berbau leisure.
“Biasanya masyarakat dengan pendapatan segitu berciri; makan di luar, update gawai, beli fesyen, untuk hiburan, makanan sehat, dan sekitar-sekitar itu. Spending untuk makanan sekitar 30%, sisanya non food spending,” ucapnya kepada Bisnis, Minggu (18/2/2018).
Gambaran tersebut tetap sama seperti yang terjadi pada tiga tahun silam, sekarang, maupun tiga tahun mendatang. Adapun pembedanya, imbuh Adrian, hanyalah saluran pembeliannya saja, yakni dari toko offline menjadi belanja daring lantaran mereka mengincar kemudahan dalam berbelanja.
Adapun, toko-toko konvensional tampak berguguran lantaran dari segi biaya memang lebih tinggi ketimbang berjualan daring. Sebut saja, biaya sewa bangunan, gaji pegawai, dan lain-lain. Alhasil, harga barang terdongkrak karena beban operasional lebih besar.
“Intinya, pola konsumsi tidak ada perubahan selama pendapatan masyarakat kita belum naik secara signifikan. Yang berubah hanya harga dan saluran penjualannya saja,” tutur Adrian.
Dikaitkan dengan bisnis bank maka pola konsumsi yang belum berubah terutama pada kelompok masyarakat kelas menengah mempengaruhi kinerja kredit pada segmen ini. Tak heran apabila kredit konsumsi tetap menjadi tumpuan bagi sejumlah bank.
Berdasarkan data Bank Indonesia diketahui bahwa sepanjang tahun lalu kredit konsumsi mengambil porsi sekitar 29% dari total penyaluran kredit oleh industri perbankan. Persentase ini setara dengan Rp1.381,6 triliun atau meningkat 10,9% secara year on year.