Bisnis.com, JAKARTA – Setelah cadangan devisa tergerus sekitar US$7 miliar bulan lalu, Bank Indonesia mulai membiarkan Rupiah terdepresiasi hingga menembus di atas Rp10.000 yang diyakini sesuai nilai fundamental.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Komunikasi Bank Indonesia (BI), mengatakan bank sentral tidak akan terus menerus melakukan intervensi valuta asing (valas) apabila terjadi tekanan. Interensi valas hanya dilakukan dalam menjaga nilai tukar Rupiah tidak bergerak terlalu liar.
“Pasar harus dibiasakan bahwa Rupiah terapresiasi dan terdepresiasi tanpa campur tangan bank sentral. Kalau kami intervensi terus maka pasar akan manja,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (15/7/2013).
Dia menegaskan bahwa Indonesia adalah penganut rezim devisa bebas yang tidak pernah menetapkan nilai tukar pada posisi tertentu. Apabila, bank sentral terus menerus melakukan intervensi maka sama saja Indonesia menerapkan rezim devisa terkendali (fix exchange rate).
“Pasar harus bisa memahami bahwa cadangan devisa digunakan bukan untuk menjaga nilai tukar Rupiah pada posisi tertentu,” ujarnya.
Nilai tukar Rupiah terus melemah dan berhasil menembus Rp10.000/US$ yang diyakini oleh sejumlah pihak sebagai batas psikologis. Pada perdagangan pagi hari, nilai mata uang Indonesia tersebut sebesar Rp10.024/US$ sebagaimana data dari Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor). Nilai Rupiah melemah 44 poin dibandingkan dengan akhir pekan lalu,
Adapun nilai tukar Rupiah perdagangan antar bank pada penutupan sore hari sebagaimana dikutip dari Bloomberg menyentuh Rp10.0074/US$, melemah 83 poin dari akhir pekan lalu.
Difi menjelaskan pelemahan nilai tukar Rupiah tidak terlepas dari defisit transaksi berjalan Indonesia akibat impor. Sebenarnya, defisit transaksi berjalan ini telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir , namun dapat ditutupi oleh transaksi modal dan finansial.
“Namun saat ini transaksi modal dan finansial tidak dapat diandalkan karena modal asing sedang keluar dari Indonesia akibat ketidakpastian ekonomi global,” ujarnya.
Meski demikian, tuturnya, bank sentral meyakini nilai tukar Rupiah akan segera kembali menguat seiring meningkatkan transaksi modal dan finansial. Apalagi pemerintah berencana untuk menerbitkan obligasi dan sukuk berdenominasi valuta asing. “Kami proyeksi capital inflow akan kembali terjadi pada triwulan III,” ujarnya.