Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia mengklaim penyempurnaan regulasi ketentuan Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti mampu menekan risiko kredit macet.
Direktur Departemen Komunikasi BI Peter Jacobs memaparkan dengan penerbitan regulasi ini, BI menetapkan standar persyaratan penyaluran kredit properti seragam bagi seluruh bank.
Berdasarkan data BI, pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) termasuk rumah tinggal, rumah kantor, dan apartemen terus meningkat bahkan melebihi rerata penyaluran kredit perbankan yakni 20%-25%.
Sebagai contoh, per Juli 2013, pertumbuhan kredit KPR tipe 22-70 mencapai 28,5% year-on-year, KPR tipe di atas 70 25,5%, apartemen atau flat tipe 21 85,6%, apartemen tipe 22-70 57,2%, apartemen tipe di atas 70 63,3%, dan rumah kantor 30,7%.
BI bahkan memproyeksikan untuk KPR tipe di atas 70 dan kredit apartemen tipe di atas 70 masih akan meningkat masing-masing hingga 26,8% dan 61,1% pada Agustus 2013.
"Kalau saja pertumbuhan bisa stabil, tidak terlalu agresif, kami masih bisa toleran. Namun, sekarang terjadi semacam swing. Kami ingin eksposur risiko bank untuk kredit properti terjaga," ucap Peter, Rabu (25/9/2013).
Peter menjelaskan pertubuhan KPR tersebut mendorong kenaikan indeks harga properti residensial di pasar primer yakni 12,1% yoy pada kuartal II/2013. Kenaikan harga ini yang BI khawatirkan menjadi pemicu ketidakstabilan keuangan apabila masyarakat tidak mampu membayar cicilan melalui bank.
Regulasi ini nantinya mencakup pengaturan kredit pemilikan dan konsumsi properti meliputi rumah tapak, apartemen, flat, kondominium, dan griya tawang, rumah kantor, dan rumah toko. Regulasi ini berlaku serentak untuk bank konvesnional, syariah, dan unit usaha syariah.