Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewaspadai peningkatan pembiayaan buy now pay later (BNPL) perusahaan pembiayaan berimbas pada membengkaknya kredit macet atau nonperforming financing (NPF).
Andreas Eddy Susetyo, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dapil Jawa Timur V, membandingkan paylater perusahaan pembiayaan dengan kasus yang terjadi di pinjaman P2P lending Investree.
Sebagai konteks, kredit macet atau TWP90 Investree terus melonjak sejak kasusnya mencuat pada akhir 2013. TWP90 Investree per 17 Januari 2024 silam tercatat sebesar 12,58%, jauh di atas ambang batas 5% yang ditetapkan regulasi.
TWP90 tersebut terus membengkak hingga 16,44%, sebelum kemudian izin usahanya dicabut OJK pada 21 Oktober 2024.
"BNPL jangan sampai kejadian seperti Investre terjadi di sini. Kalau kita lihat, konsumen di Indonesia suka berutang. Lebih besar pasak daripada tiang. Yang utang-utang jumlahnya meroket," kata Anderas dalam Raker Komisi XI DPR dengan Ketua Dewan Komisioner OJK, Senin (18/11/2024).
Andreas juga menyoroti bagaimana piutang pembiayaan yang berbasis digital saat ini dalam tren meningkat. Dia mempertanyakan tren tersebut dengan kemampuan masyarakat mengembalikan pinjaman.
"Pendanaan berbasis IT meroket semua. Ini perlu sekali diperhatikan. Kalau semua utang, bayarnya ini bagaimana? Kan bisa dilihat dari income-nya," kata Andreas.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil Jawa Barat V, Tommy Kurniawan meminta OJK membuat kajian mendalam tentang potensi risiko BNPL ke depan.
"Ini kajian ke depan bagaimana untuk pengawasan, apakah di kajian tersebut ada masalah apa tidak. Karena ini kan belum kelihatan, sehingga kalau ada masalah kita bisa memitigasinya," kata Tommy.
Adapun NPF BNPL perusahaan pembiayaan per September 2024 berada di posisi yang aman yakni pada level 2,60%. Akan tetapi, secara bulanan levelnya naik dari 2,52% pada Agustus 2024.
Sementara itu, piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan per September 2024 meningkat sebesar 103,4% year on year (yoy) menjadi Rp8,24 triliun.
Berdasarkan piutang pembiayaan pokok, mayoritas berasal dari segmen masyarakat yang memiliki kategori usaha lainnya atau non-produktif, kemudian diikuti oleh segmen usaha mikro.