Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terdapat berbagai keluhan dari perusahaan pembiayaan atau multifinance soal kasus kredit macet, yakni debitur meminta perlindungan ke pihak tertentu seperti organisasi masyarakat alias ormas untuk 'melindungi' kendaraan sehingga aman dari penarikan pihak leasing.
Kepala Eksekutif Pengawasan PVML OJK Agusman berpendapat fenomena ini telah menimbulkan hambatan dalam proses eksekusi agunan oleh perusahaan pembiayaan.
Bahkan, dalam beberapa kasus keberadaan ormas mengganggu eksekusi yang seharusnya dapat dilakukan secara hukum oleh perusahaan pembiayaan terhadap kendaraan bermotor yang kreditnya telah macet.
“Jika fenomena ini berlangsung lama, maka berpotensi mengganggu ekosistem pembiayaan secara menyeluruh, seperti terhambatnya proses hukum dan meningkatnya risiko kredit,” ujar Agusman, dikutip pada Kamis (7/8/2025).
Selain itu, imbuhnya, dalam jangka panjang fenomena ini juga bisa menyebabkan akses pembiayaan melalui perusahaan pembiayaan menjadi lebih terbatas bagi masyarakat luas.
Oleh sebab itu, Agusman mengimbau agar perusahaan pembiayaan menjalankan proses penarikan kendaraan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan hanya menggunakan jasa penagihan atau debt collector yang tersertifikasi, serta dilarang melakukan tindakan yang bersifat intimidatif.
Baca Juga
“Perusahaan didorong untuk mengutamakan penyelesaian secara persuasif dan bermartabat. Jika perusahaan mengalami hambatan non-yuridis seperti intimidasi dari oknum tertentu, perusahaan dapat segera melaporkannya ke aparat penegak hukum,” ujar dia.
Dia melanjutkan, OJK juga terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) dan instansi terkait untuk memastikan kelancaran eksekusi jaminan fidusia, sehingga dapat mengurangi potensi keresahan dan konflik di lapangan.
Agusman pun menilai pemahaman antara perusahaan pembiayaan, masyarakat, dan APH mengenai hak dan kewajiban dalam perjanjian pembiayaan menjadi hal penting yang harus terus ditingkatkan.
Adapun, berdasarkan laporan bulanan yang disampaikan Agusman, per Juni 2025 tingkat risiko kredit bermasalah perusahaan pembiayaan secara agregat menunjukkan kondisi yang terjaga dengan rasio non performing financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,55% dan NPF net 0,88%.
Berdasarkan catatan Bisnis, fenomena ormas yang diduga melindungi debitur nakal pernah diungkapkan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Ketua APPI Suwandi Wiranto mengatakan bahwa praktik ini semakin marak dan meresahkan industri pembiayaan di Indonesia.
“Ada, memang sekarang ini semakin susah, semakin meresahkan. Artinya bahwa [sejatinya] banyak ormas yang baik, tetapi ini lebih kepada oknum-oknum, atau ormas atau komunitas yang memanfaatkan dengan cara-cara salah,” kata Suwandi saat dihubungi Bisnis pada Rabu (19/3/2025).
Dia menjelaskan bahwa modus yang digunakan di antaranya adalah dengan mengajak debitur bergabung ke dalam komunitas atau ormas tertentu. Debitur yang bergabung kemudian diminta membayar iuran dan diberikan stiker khusus.