Bisnis.com, PALEMBANG - Bank Indonesia Wilayah VII Palembang akan fokus menekan rasio kredit bermasalah di Sumsel yang masih berkisar 3% dan tidak mengejar pertumbuhan penyaluran kredit yang tinggi pada tahun ini.
Peneliti Ekonomi Bank Indonesia Kanwil VII Palembang Sudarta mengatakan pihaknya tidak mematok target pertumbuhan kredit hingga akhir 2013. "Sekarang bagaimana caranya menjaga agar kredit yang disalurkan perbankan itu dapat berkualitas dan bagus,"katanya, Rabu (9/10/2013).
Dia mengatakan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) perbankan di Sumsel mencapai 3,59% per Juli 2013. Rasio tersebut naik jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,16%. "Sebisa mungkin akan kami kecilkan rasio itu. Akan tetapi angka itu masih di bawah ambang batas yang ditetapkan BI,"ujarnya.
Menurut dia, pemicu masih tingginya NPL tersebut adalah perlambatan kinerja ekspor untuk komoditas andalan Sumsel, seperti karet dan sawit di sektor pertanian dan batu bara di sektor tambang. Sektor ekonomi itu merupakan andalan perbankan di Sumsel untuk penyaluran kredit.
Dia mengatakan pihaknya berupaya menekan angka rasio NPL dengan menerapkan dan mendukung kebijakan yang dibuat oleh BI pusat, seperti pengendalian loan to value (LTV) untuk membatasi ekspansi di kredit properti. "Harapan dari kebijakan itu kan ketika diterapkan maka bank dapat lebih selektif dan berhati-hati sehingga bisa mengurangi rasio NPL,"paparnya.
BI Palembang juga berupaya mengoptimalkan pengawasan untuk melihat sejauh mana tingkat kepatuhan perbankan Sumsel terhadap ketentuan yang telah dibuat bank sentral.
Adapun kredit yang telah disalurkan mencapai Rp51,03 triliun per Juli 2013 atau tumbuh 21,41% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp42,42 triliun.
Penyaluran kredit untuk sektor pertanian, termasuk perkebunan, tergolong tinggi sebesar Rp8,8 triliun. Selain sektor itu, perbankan di Sumsel juga banyak menyalurkan dananya ke sektor perdagangan yang mencapai Rp11,51 triliun dan sektor industri pengolahan sebesar Rp3,2 triliun.
Sementara untuk dana pihak ketiga, BI mencatat terjadi penurunan kinerja penghimpunan dana mahal dari perbankan pada periode Juli 2013 yang sebesar Rp20,31 triliun dari sebelumnya Rp21,48 triliun.
"Penurunan ini dapat disebabkan nasabahnya yang memang butuh melakukan penarikan dana untuk keperluannya atau untuk beralih ke investasi lain yang memberi keuntungan menarik, seperti emas,"katanya.
Hal berbeda terjadi pada penghimpunan dana murah yang menunjukkan pertumbuhan positif di mana tercatat Rp23,60 triliun atau naik 9,37% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp21,58 triliun.