Bisnis.com, JAKARTA - Suatu hal menyedihkan di mana seseorang memiliki properti hingga puluhan unit dan banyak orang yang setengah mati untuk membeli sebuah rumah. Namun, dengan strategi yang tepat, hal ini bisa diatasi.
Ryan Filbert, praktisi investasi dan penulis buku “Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana”, mengatakan sebenarnya ada langkah realistis yang bisa diterapkan ketika bertujuan untuk membeli rumah pertama.
“Untuk bisa membeli properti secara tunai tentu saja nilainya adalah 100% uang harus disiapkan benar? Jawabannya salah! 100%+5-10% Loh? Kenapa gitu? Membeli properti tunai perlu dilakukan akad jual beli, cek sertifikat hingga ganti nama sertifikat dan itu adalah biaya dan kita harus mempersiapkan dananya juga. Ada pula yang namanya pajak pembeli yang harus kita bayarkan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (12/2/2014).
Langkah umum lainnya yang dilakukan orang adalah membeli secara Kredit melalui Bank. Masalahnya, bank hanya menalangi paling banyak 70% dari nilai rumah yang ditaksir oleh bank, bukan dari harga rumah yang ditawarkan si penjual.
Penaksiran nilainya oleh bank ini akan berlaku bagi pembelian rumah di pasar sekunder atau bukan rumah dari pengembang alias di pasar primer. Hal itu perlu diketahui lainnya adalah bagaimana agar bank mau pinjamkan uang 70% dari harga properti tersebut.
“Bank melihat 2 hal utama yaitu mampu bayar atau tidak dan punya niat bayar apa tidak. Darimana bank melihat hal itu? Bagi pribadi, bank minta rekening 3 bulan untuk dihitung kolom kreditnya. Pada umumnya bank mau memberikan kredit apabila cicilan sebulan besarnya 25-60% dari total sisi kredit rekening tabungan kita,” jelas Ryan.
Bank bisa melihat utang ada di bank di Indonesia di mana saja melalui Bank Indonesia, atau istilahnya BI Checking. Kartu kredit dan KTA alias kredit tanpa angsuran akan mengurangi kemampuan kredit kita pada analisa.
Bank tidak bisa memeriksa harta kita, maka dari itu mereka meminta rekening tabungan. Tapi Bank bisa cek utang kita ada di mana saja.
“Selanjutnya, tentukan properti yang kelihatannya masuk akal untuk kita miliki saat ini, gimana caranya? Lihat yang cicilannya masuk 50% dari pendapatan kita. Oh ya status sudah menikah akan lebih kecil kemampuan membayar cicilannya menurut bank,” papar Ryan.
Sebagai contoh, si A mendapatkan properti senilai Rp150 juta dengan tenor 15 tahun sehingga cicilan perbulannya Rp1,8 juta. Dengan demikian, DP atau uang muka yang harus dia miliki adalah Rp45 juta. Karena belum siap, si A berencana membayar uang muka tersebut lima tahun lagi.
“Masalahnya nilai properti naik terus, anggapan saya pada contoh di atas adalah 15% kenaikan setiap tahun dan 5 tahun lagi, nilai DP naik dari Rp45 juta menjadi Rp90 juta. Maka kita harus siapkan dana itu di 5 tahun ke depan dengan asumsi tabungan kita memiliki return 20% per tahun, maka kita perlu menyisihkan uang Rp900.000 per bulan semenjak saat ini,” ungkap Ryan.
Alokasi Rp900.000 itu, sarannya, silahkan diinvestasikan terlebih dahulu pada reksa dana saham karena 5 tahun masih dapat dimasukkan dalam investasi reksadana saham.
Setelah dana terkumpul di tahun ke 5, silahkan pilih property dengan DP senilai total nilai investasi yang telah kita kumpulkan selama ini dan jalankan rencana membeli propertinya dengan KPR sesuai rencana semula.