Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah dinilai gagal menerapkan standaridasi tarif layanan kesehatan melalui Permenkes No. 69/2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Lanjutan dalam Penyelenggaraan Progam Jaminan Sosial.
Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan melalui permenkes tersebut harusnya pemerintah mampu menerapkan standardisasi tarif layanan kesehatan sebagai jaminan kesehatan untuk seluruh lapisan masyarakat.
“Namun upaya stadardisasi tarif kesehatan untuk seluruh masyarakat tersebut gagal lantaran masih minimnya fasilitas kesehatan yang bergabung menjadi jaringan BPJS Kesehatan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (18/2/2014).
Berdasarkan data yang dihimpun BPJS Watch, pelaksanaan BPJS Kesehatan hanya didukung oleh 1.708 rumah sakit dan 900 di antaranya merupakan RS swasta. Padahal, jumlah RS di Indonesia mencapai 4.007 rumah sakit yang 846 di antaranya milik pemerintah.
“Banyak provider rumah sakit terutama swasta, yang enggan bergabung menjadi jaringan BPJS lantaran tarif yang diterapkan teralu kecil sehingga mengancam margin usaha,” katanya.
Ketua umum Persatuan Rumah Sakit Indonesia Sutoto menegaskan minimnya tarif paket yang diatur dalam beleid itu sangat memberatkan keuangan penyedia layanan fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit swasta. “Tarif tersebut tidak memikirkan margin untung dari industri kesehatan,” katanya.
Selain itu, lanjut Timboel, rumah sakit yang sudah menjadi jaringan pun menyelenggarakan pelayanan kesehatan masih cenderung parsial menyusul minimnya tarif standar permenkes tersebut. “Tarif yang ditetapkan tidak mencukupi, jadi pelayanan kepada pasien tidak sampai sembuh.”
Padahal menurut UU No. 4/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pelayanan kesehatan harus bersifat menyeluruh mulai preventif, kuratif, hingga rehabilitatif.