Bisnis.com, JAKARTA - Praktik manipulasi laporan upah buruh masih marak dilakukan kalagan pengusaha.
Langkah manipulatif pengusaha dalam membuat laporan upah buruh itu disinyalir dilakukan untuk memperkecil beban iuran yang ditanggung pengusaha dari kepesertaan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan pemalsuan laporan upah tersebut biasanya dilakukan dengan memperkecil nominal upah yang diterima sebulan yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap.
“Biasanya, nilai yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan hanya sebatas upah minimum atau di bawah nilai upah minimum jika perusahaan dibolehkan menangguhkan,” kata Timboel kepada Bisnis, Selasa (25/2/2014).
Dengan memanipulasi laporan upah, beban iur yang ditanggung perusahaan dari kepesertaan BPJS ketenagakerjaan bisa ditekan karena sesuai PP No. 53/2012 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, beban iuran yang ditanggung pengusaha cukup banyak.
Sesuai PP tersebut, papar Timboel, beban iuran kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang ditanggung pengusaha a.l. :
- jaminan kecelakaan kerja (JKK) sebesar antara 0,24%—1,74%
- jaminan hari tua (JHT) sebesar 3,7%
- jaminan kematian (JKM) sebesar 0,3%
Nilai di atas dihitung dari upah tiap bulan yang diterima karyawan.
Adapun pekerja hanya mengiur sebesar 2% untuk memperkuat JHT.
Timboel menambahkan, yang lebih mengkhawatirkan adalah praktik pemalsuan pelaporan upah buruh alih daya atau outsourcing.
“Pasalnya, mereka [buruh outsourcing] tidak tahu besaran upah sebenarnya dari perusahaan pengguna,” ujar Timboel.