Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adu Strategi Meningkatkan Literasi Keuangan

Masih rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia setidaknya menjelaskan mengapa program-program investasi bodong masih kerap memakan korban. Masyarakat belum paham benar bagaimana mengelola uang. Melihat kondisi ini, regulator maupun para pelaku jasa keuangan memang harus bekerja keras.
Pelanggan menggunakan mesin ATM di sebuah ATM Center. /Bisnis
Pelanggan menggunakan mesin ATM di sebuah ATM Center. /Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA-- Agen Penny memarahi Venus yang telah lancang menarik uang milik temannya di mesin ATM. Terbata-bata, Venus menjelaskan bahwa dia hanya mengambil sedikit uang guna membeli kaca mata. Lagi pula, menurutnya, setiap orang bebas mengambil uang berapa pun di mesin teller otomatis itu. “ATM kan seperti mesin uang,” katanya.

Agen Penny menyalak. “ATM bukan mesin uang,” ujarnya, gemas.  Agen khusus yang bertugas menangani masalah pengelolaan keuangan itu kemudian menjelaskan bahwa uang di mesin ATM bukanlah uang cuma-cuma yang dapat diambil oleh setiap orang dengan sesuka hati.

ATM, menurut penjelasan Agen Penny, hanya berfungsi sebagai pengganti petugas teller di kantor-kantor bank. Melalui mesin-mesin ATM, nasabah bank dapat mengecek saldo, mentransfer uang, membayar berbagai macam tagihan, dan menarik uang. Tentu saja uang milik sendiri yang tercatat dalam rekening, bukan uang yang dimiliki oleh orang lain.

Cuplikan adegan itu merupakan bagian dari pementasan teater “Petualangan Agen Penny”. Lakon itu dimainkan oleh Teater Koma, sebuah kelompok teater terkemuka yang berasal dari Yogyakarta. Selama Januari hingga April 2015, setiap hari Rabu, pertunjukan itu akan diputar berkeliling di 80 sekolah yang terpilih.

Pertunjukan teater “Petualangan Agen Penny” sebelumnya telah dipentaskan di 541 sekolah dan telah ditonton oleh 2.350 siswa dan guru sekolah dasar. Program ini merupakan bagian dari kampanye untuk meningkatkan literasi keuangan yang digagas oleh Citibank Indonesia.

Selain tampil dalam pertunjukan teater, Agen Penny juga mewujud dalam bentuk komik. Komik dalam kertas glossy setebal berapa 56 halaman ini bertema pengelolaan keuangan.

Serial komik Agen Penny, begitu juga dengan pertunjukan teater berjudul sama, menyasar para siswa kelas 5 dan 6 sekolah dasar. Anak-anak pada usia tersebut dinilai sudah cukup paham jika mendapatkan materi mengenai pengelolaan keuangan. Pada praktik sehari-hari, anak-anak sesusia tersebut juga telah mulai mengenal transaksi keuangan, setidaknya transaksi sederhana di sekolah ataupun di sekitar area rumah.

Jika Citibank Indonesia memilih berkampanye melalui teater dan komik, Bank Permata dan Bank CIMB Niaga menggunakan strategi pendekatan melalui games di komputer. Kedua bank tersebut mendesain permainan yang berisi simulasi pengelolaan uang sehari-hari.

Saat bermain games, anak-anak sekaligus belajar bagaimana mengelola uang. Permainan itu juga menyelipkan pesan-pesan moral bahwa uang akan sangat bermanfaat jika ditabung dan diinvestasikan, bukan melulu dihamburkan untuk membeli barang-barang yang lekas rusak atau habis.

Peran Perempuan

Ketika sejumlah bank lain menyasar target anak-anak, Commonwealth Bank Indonesia memilih perempuan sebagai sasaran peningkatan literasi keuangan. Bank yang berbasis di Australia ini menggelar serangkaian program literasi keuangan bertajuk Women Investment Series yang berisi beragam kegiatan yang melibatkan komunitas perempuan di kota-kota besar.

Program literasi keuangan ini didesain bersama dengan sister company bank yang bergerak di bidang asuransi jiwa dan asset management. Tujuannya, perempuan mampu mengelola keuangannya sendiri dan keuangan keluarga.

Rian E. Kaslan, Executive Vice President, Head of Wealth Management and Business Strategy Commonwealth Bank Indonesia, menyebutkan alasan utama memilih segmen perempuan sebagai sasaran kampanye ini. Yakni, sebagian besar keluarga yang disurvei oleh Commonwealth menunjukkan bahwa banyak perempuan berperan sebagai pengambil keputusan keuangan di dalam rumah tangga.

Merujuk survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2013, keterlibatan perempuan dalam penggunaan produk-produk jasa keuangan telah mencapai 56,65%, namun masih didominasi oleh produk-produk sederhana, terutama tabungan.

Dalam survei yang sama, tingkat literasi keuangan perempuan berada pada level 19%, lebih rendah dibandingkan dengan tingkat literasi keuangan pada laki-laki yang mencapai sekitar 25%. Hal tersebut, menurut Rian, menunjukkan bahwa produk-produk dan layanan jasa keuangan yang diakses oleh perempuan belum optimal.

Dalam program ini, Rian memastikan bank berikut para sister company-nya tidak menjual produk-produk keuangan yang dijual secara komersial. Seluruh rangkaian program tidak merekomendasikan produk apapun.

“Kami tidak jualan. Ini benar-benar untuk meningkatkan pemahaman,” ujarnya.

Program peningkatan literasi keuangan, selain menjadi agenda rutin dalam program corporate social responsibility perusahaan, juga merupakan pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap regulator.

Sejak tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh pelaku industri jasa keuangan untuk melakukan kegiatan literasi keuangan setidaknya satu kali dalam setahun. Aturan tersebut termuat dalam Peraturan OJK No. 1/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Pasal 14 beleid tersebut menyatakan bahwa pelaku industri jasa keuangan wajib menyelenggarakan edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan nasabah maupun masyarakat secara umum. Rencana pelaksanaan kegiatan tersebut harus disusun dalam sebuah program tahunan dan dilaporkan kepada OJK.

Literasi keuangan menjadi perkara penting yang dipikirkan oleh regulator.  Sebab, menurut hasil survei OJK yang diselenggarakan terhadap 8.000 orang di 20 provinsi pada tahun lalu, diketahui bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat belum mengenal dan memanfaatkan layanan jasa keuangan.

Sektor perbankan, yang memiliki pangsa pasar terbesar, cukup populer dibandingkan dengan sektor lainnya. Produk dan layanan perbankan telah dipahami oleh sekitar 22% responden.  Tingkat penggunaannya pun tergolong tinggi. Sebanyak 57% responden sudah menggunakan produk dan memanfaatkan layanan jasa perbankan meski mengaku belum terlalu memahami produk dan layanan jasa perbankan.

Sementara itu, tingkat literasi keuangan masyarakat terhadap industri asuransi mencapai 18%, dengan tingkat pemanfaatan sebesar 12%. Sebanyak 15% responden mengenal manfaat dan produk Pegadaian, namun hanya 5% dari mereka yang memanfaatkan layanan yang diberikan.

Industri pembiayaan dipahami oleh 10% responden, namun hanya dimanfaatkan oleh 6% dari mereka. Tingkat literasi keungan di sektor industri dana pensiun lebih rendah lagi, hanya 7% dari total responden, dengan tingkat pemanfaatan 2%.

Sektor yang paling tidak dikenal oleh masyarakat adalah industri pasar modal. Produk dan layanan jasa di industri pasar modal hanya dikenal oleh 2% responden, dengan pemanfaatan kurang dari 1%.

Masih rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia setidaknya menjelaskan mengapa program-program investasi bodong masih kerap memakan korban. Masyarakat belum paham benar bagaimana mengelola uang. Melihat kondisi ini, regulator maupun para pelaku jasa keuangan memang harus bekerja keras.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper