Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBD Kota Semarang Raib, BTPN Tak Terbitkan Sertifikat Deposito

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim tidak menemukan sertifikat deposito senilai Rp22 miliar dalam kasus dugaan raibnya uang APBD Pemkot Semarang yang dititipkan ke Bank BTPN.
Otoritas Jasa Keuangan/Antara
Otoritas Jasa Keuangan/Antara

Bisnis.com, SEMARANG— Otoritas Jasa Keuangan (OJK)  mengklaim tidak menemukan sertifikat deposito senilai Rp22 miliar dalam kasus dugaan raibnya uang APBD Pemkot Semarang yang dititipkan ke Bank BTPN.

Pemkot Semarang melalui Dinas Pendapatan Keuangan Aset dan Daerah (DPKAD) Semarang sebelumnya mengklaim memegang sertifikat deposito senilai Rp22 miliar dari Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). Persoalan ini mencuat tatkala sertifikat itu hendak dicairkan dan BTPN bilang sertifikat itu palsu.

Kepala OJK Regional 4 Wilayah Jawa Tengah dan DIY Y Santoso Wibowo mengakui telah mengecek ke BTPN Semarang yang menyimpulkan tidak penerbitan sertifikat Rp22 miliar seperti yang diklaim Pemkot Semarang.

Menurutnya, OJK secara intens memantau pergerakan transaksi layanan transfer antar bank atau real time gross settlement (RTGS). Dari pantauan tersebut, pihaknya mengakui bahwa BTPN menerbitkan sertifikat deposito dengan nominal bermacam-macam antara lain Rp10 miliar, Rp5 miliar, Rp2 miliar dan Rp1 miliar yang ditransfer ke rekening lain dengan profile Pemkot Semarang.

Namun demikian, Santoso tidak menyebutkan secara rinci transfer ke bank lainnya.

“Saya tegaskan, BTPN tidak pernah mengeluarkan sertifikat deposito Rp22 miliar. Kalau BTPN mengeluarkan sertifikat seperti yang saya sebutkan tadi memang iya,” papar Santoso, saat dimintai konfirmasi Bisnis, Kamis (19/3/2015) sore.

Santoso menegaskan keaslian sertifikat deposito merupakan rahasia dari bank yang bersangkutan. Dan kode sandi dalam sertifikat deposito yang dimiliki bank tidak mungkin dibeberkan kepada orang lain.

Dalam hal ini, OJK telah mengecek keaslian sertifikat deposito yang dipegang oleh BTPN dengan nilai di luar angka Rp22 miliar.

“Pasti ada ciri dan kode sendiri. Itu hanya diketahui oleh bank. Jadi wajar kalau BTPN menyatakan sertifikat deposito yang dipegang Pemkot Semarang itu palsu, karena yang tahu persis kan banknya,” paparnya.

Dia menceritakan Pemkot Semarang menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Bank BTPN senilai Rp45 miliar pada 2007 untuk penempatan dana kas daerah.

Semula dana sebesar itu disimpan dalam rekening giro, kemudian pada hari yang sama dipecah menjadi beberapa lembar deposito dengan nominal masing-masing Rp10 miliar, Rp5 miliar, Rp2 miliar dan Rp1 miliar dalam jangka waktu 1 bulan.

“Dalam perjalanannya kami lihat satu persatu, ada bunga masuk di rekening. Jika rekening nilainya sudah besar di atas Rp1 miliar, bunga Rp1 miliar itu dijadikan rekening lagi,” paparnya.

Santoso mengatakan realisasi total outstanding terbesar terlihat pada 2010 senilai Rp57 miliar. Dia mengatakan posisi transaksi terakhir pada Januari 2013 hingga Maret 2015 di BTPN dengan rincian rekening deposito Rp514 juta, rekening giro Rp80 juta. Lebih rinci lagi, rekening deposito terbagi tiga bilyet dengan nominal Rp400 juta, Rp100 juta dan 14 juta.

"Sejak 2013 hingga sekarang tidak ada aktifitas transaksi lagi," paparnya.

Prosedur

Kepala DPKAD Kota Semarang Yudi Mardiana mengklaim telah melalui prosedur yang benar dalam proses penyimpanan uang tersebut. Yudi menjelaskan secara rinci bagaimana saat dirinya mencurigai adanya kejanggalan dan laporannya kepada Polrestabes Semarang.

“Pemkot menyimpan sejumlah uang ke BTPN, pada 2007. Selain BTPN, atas rekomendasi BPK, Pemkot menyimpan uang di enam bank lainnya. Jadi, total ada tujuh bank tempat Pemkot menyimpan uangnya,” paparnya.

Atas rekomendasi BPK tersebut, akhirnya pada Oktober 2014 DPKAD Kota Semarang mengubah jenis simpanan yang sebelumnya berupa giro ke bentuk deposito.

Kesimpulannya, ujarnya, setiap akhir tahun ada pembaruan nota kesepahaman MoU yang dibuat bersama bank-bank lain. Tatkala memanggil bank yang telah bekerja sama, ujarnya, hanya ada satu bank yakni BTPN yang tidak hadir dalam proses pembaruan MoU tersebut. Padahal, setiap bulannya, ada transaksi di rekening Koran atas simpanan uang Pemkot.

“Pemkot kemudian menyerahkan bukti berupa sertifikat dan rekening koran kepada BTPN pada 6 Januari 2015 lalu. Namun pihak BTPN tidak mengakui sertifikat dan rekening koran tersebut. Padahal setiap bulannya Pemkot masih menerima bunga deposito,” terang Yudi.

Alasan Yudi merubah jenis simpanan dari giro ke deposito yakni jika dalam bentuk deposito akan lebih mudah dilacak keluarnya uang tersebut.

“Berbeda jika bentuk giro. Pasti akan lebih rumit prosesnya,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khamdi
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper