Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi likuiditas industri perbankan lebih longgar pada kuartal I/2015 dibanding periode yang sama pada tahun lalu yakni kuartal I/2014.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Maret 2015, fungsi intermediasi industri perbankan kepada pihak ketiga bukan bank mencapai Rp3.679,87 triliun, atau naik tipis 0,15% dari kuartal IV/2014 yang senilai Rp3.674,3 triliun (quartal to quartal/q-t-q).
Bila dibandingkan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya yakni kuartal I/2014, kredit perbankan per Maret 2015 mengalami peningkatan 11,2% dari Rp3.306,9 triliun (y-o-y).
Untuk dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan oleh bank umum mengalami pertumbuhan 2,04% dari kuartal IV/2014 yang senilai Rp4.114,42 triliun menjadi Rp4.198,58 triliun di kuartal I/2015 (q-t-q).
Bila dibandingkan pada kuartal yang sama tahun sebelumnya, mengalami peningkatan sebesar 16,04% dari Rp3.618,06 triliiun (y-o-y).
Sementara itu, tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) bank konvensional per Maret 2015 tercatat sebesar 87,58%, menurun dari kuartal IV/2014 yang sebesar 89,42% dan kuartal I/2014 yang mencapai 91,17%.
Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Perbankan (OJK) Nelson Tampubolon mengatakan kondisi likuiditas perbankan saat ini masih terkendali dengan baik. Hal itu terlihat dari rasio alat likuid (AL) terhadap non core deposit (NCD) yang masih di atas batas minimum dan LDR yang berada di bawah 92%.
"Antara jumlah DPK dan kredit yang disalurkan ada gap yang cukup besar pada Maret 2015 dibandingkan Maret tahun lalu. Pertumbuhan DPK menunjukkan tren lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit," ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (21/5/2015).
Penyaluran kredit yang melambat pada kuartal I/2015, lanjutnya, tak bisa dilepaskan dari kehati-hatian industri perbankan menyikapi kondisi ekonomi nasional saat ini sehingga likuiditas perbankan akan lebih longgar dibandingkan tahun lalu.
"Saya berharap kondisi likuiditas perbankan hingga akhir tahun tetap longgar agar perbankan leluasa meningkatkan jumlah kredit dan suku bunga masih bisa dibawa turun," kata Nelson.
Pada kesempatan yang terpisah, Chief Economist Global Market Permata Bank Josua Pardede menuturkan longgarnya likuiditas industri perbankan ini tidak lepas dari kondisi ekonomi yang melambat sehingga membuat para pebisnis mengalihkan dana mereka dalam bentuk deposito.
"Tekanan inflasi juga masih terus terjadi membuat daya beli masyarakat agak melemah membuat masyarakat agak mengerem kegiatan konsumsinya. Dana yang tadinya untuk konsumsi kehidupan sehari-hari sebagian mulai ditabung. Inilah yang membuat pertumbuhan DPK lebih tinggi dibanding kreditnya," terang Josua.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Gajah Mada A. Tony Prasetiantono juga mengakui kondisi likuiditas pada tahun ini yang lebih baik bila dibandingkan tahun lalu.
Likuiditas yang semakin membaik dan penyaluran kredit yang masih melambat, lanjutnya, membuat sejumlah bank menurunkan suku bunga depositonya.
"Buktinya bank kebanjiran likuiditas terlihat dari LDR turun. Deposit bank naik sehingga beberapa bank mulai menurunkan bunga deposito. Kalau bank kebanjiran likuiditas dan tidak bisa buang dalam bentuk kredit kan repot, BOPO-nya naik nanti," ucap Tony.