Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kendalikan Gejolak Keuangan, Pasar Prediksi BI Rate Tetap 7,5%

Konsensus pasar memperkirakan bank sentral menahan suku bunga 7,5% dalam rapat dewan gubernur yang akan berlangsung 18 Juni untuk mengendalikan gejolak di pasar keuangan.
Ilustrasi/JIBI
Ilustrasi/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA - Konsensus pasar memperkirakan bank sentral menahan suku bunga 7,5% dalam rapat dewan gubernur yang akan berlangsung 18 Juni untuk mengendalikan gejolak di pasar keuangan.

Sebanyak 18 ekonom yang disurvei Bloomberg menyatakan BI rate tetap, sejak dipangkas 25 basis poin pada Februari 2015, meskipun ekonomi melambat. Laju produk domestik bruto kuartal I/2015 hanya 4,7%, di bawah ekspektasi sekaligus terendah sejak 2009. 

Kekhawatiran perlambatan berlanjut ke kuartal berikutnya meningkat setelah data Mei menunjukkan impor merosot yang mencerminkan pelemahan aktivitas produksi dan konsumsi domestik. 

Saat konsumsi domestik hanya tumbuh 5%, di sisi lain ekspor terkontraksi, investasi melambat, dan realisasi kebijakan fiskal mengecewakan, yang memicu dana keluar dari pasar modal awal bulan ini.

Ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi berpendapat volatilitas di pasar keuangan menuntut kebijakan ketat. 

"Memangkas suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berisiko terhadap volatilitas lebih lanjut," ujar ekonom DBS Bank Gundy Cahyadi. 

Indonesia sejauh ini masih bergantung pada modal asing untuk menutup defisit transaksi berjalan. Di pasar saham, asing menguasai lebih dari 60% kepemilikan saham yang diperdagangkan. 

Kombinasi spekulasi percepatan kenaikan Fed funds rate ke tahun ini dan minimnya sentimen positif terhadap prospek ekonomi Indonesia memicu aksi jual bersih asing Rp3,1 triliun pekan lalu. 

Sementara itu, di pasar uang, kepemilikan asing mencapai 38,8% terhadap total surat berharga negara (SBN) Rp1.335,7 triliun per 16 Juni.

Meskipun secara neto arus modal asing masih masuk Rp52,7 triliun, inflow itu lebih sedikit dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp74,1 triliun. Asing bahkan sempat keluar Rp6,8 triliun dalam sehari pada 10 Juni, atau yang terbesar sepanjang tahun ini. 

Ketergantungan terhadap modal asing ini membuat bank sentral tidak dapat segera melonggarkan kebijakan moneter, menurut Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara pekan lalu. 

BI memilih mengendurkan kebijakan makroprudensial dengan melonggarkan loan to value kredit pemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor serta merelaksasi ketentuan giro wajib minimum-loan to deposit ratio, untuk mencegah perlambatan ekonomi lebih tajam

Dalam kesempatan lain, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengemukakan upaya mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi harus diimbangi dengan stabilisasi di tengah situasi rawan gejolak saat ini.

Menurutnya, pilihan mengejar pertumbuhan ekonomi di atas 6% tidak dapat diambil dalam beberapa tahun ke depan di tengah rencana kenaikan suku bunga the Fed. 

"Memang bisa dipacu ke 6%, dibantu (dengan) nurunin BI rate misalnya, dikasih stimulus ini itu, utang dinaikkin, tapi nanti stabilisasi (dalam) bahaya. Rupiah bisa terbang ke mana-mana," ungkapnya. 

Lalu, sampai kapan stabilisasi harus dilakukan? "Selama ada potensi kenaikan suku bunga AS, ya harus dijaga terus," ujar Bambang. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper