Bisnis.com, JAKARTA - Analis memprediksi pelonggaran aturan rasio loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) tidak dapat mendorong peningkatan sektor properti secara signifikan.
Analis PT Mandiri Sekuritas Liliana S. Bambang mengatakan kebijakan itu bertujuan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Ketentuan yang tertuang dalam PBI Nomor 17/10/PBI/2015 tersebut juga memberi pelonggaran jaminan pengembang untuk rumah yang masih dalam tahap konstruksi untuk KPR rumah pertama.
"Kami menilai aturan LTV itu tidak dapat mendorong sektor properti secara signifikan," ujarnya dalam riset yang diterima Bisnis.com, Kamis (25/6/2015).
Menurutnya, kebijakan tersebut dapat mendorong sektor properti apabila pemerintah juga tetap menerapkan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) 20% dan berpotensi mengubah kalkulasi pajak barang mewah sekali (PPh 22).
"Kami masih khawatir terhadap risiko marketing sales, karena itu masih menetapkan rekomendasi netral untuk sektor properti," ucapnya.
Liliana menambahkan sejumlah perusahaan sudah menyatakan akan menunda peluncuran proyek baru tahun ini karena pelemahan ekonomi, terutama untuk proyek gedung tinggi.
Saat ini Mandiri Sekuritas, lebih memilih memegang saham berkapitalisasi besar, seperti PT Summarecon Agung Tbk atau SMRA (Rp1.705, BUY, TP Rp2.000), PT Bumi Serpong Damai Tbk atau BSDE (Rp1.810, BUY, TP Rp2.400), dan PT Pakuwon Jati Tbk atau PWON (Rp452, BUY, TP Rp620).
Sementara itu untuk saham lapis dua yakni PT Ciputra Surya Tbk atau CTRS (Rp 2.610, BUY, TP Rp 3.600) dan PT Lippo Cikarang Tbk atau LPCK (BUY, TP Rp 13.500).
"Kami sedikit khawatir terhadap pembelian proyek pengembang lapis dua karena kondisi likuiditas di tengah pasar yang volatile," tutur Liliana.