Bisnis.com, BANDUNG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kehati-hatian dalam menggunakan layanan platform pinjaman langsung tunai (peer to peer lending) perusahaan teknologi finansial (financial technoloy/fintech).
Hal itu dikemukakan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di sela-sela acara Focus Group Discussion di Bandung, Sabtu (3/3/2018). Wimboh mengakui maraknya fintech, termasuk platform peer to peer lending, tidak dapat dibendung.
Apalagi, kehadirannya memang disambut masyarakat sebab dapat menyediakan berbagai produk dan jasa yang cepat dan mudah diakses. Namun, pihaknya mengingatkan agar masyarakat, termasuk peminjam dan pemberi pinjaman, untuk memahami lebih jauh perusahaan fintech dan skema bisnisnya, sebelum memutuskan menggunakan layanan tersebut.
Lebih khusus, dia menyorot suku bunga fintech yang tergolong tinggi, serta adanya potensi default. Tingginya bunga pinjaman maupun bunga simpanan yang ditawarkan melalui fintech perlu diwaspadai.
“Fintech bunganya rata-rata sampai 19%. Which is cukup mahal. Bahkan, ada yang di atas 20%. Ini tinggi sekali, mencekik,” papar Wimboh.
Wimboh juga mengingatkan para pemberi pinjaman untuk turut meningkatkan kehati-hatian karena bunga yang tinggi berarti risiko default juga tinggi. Oleh karena itu, OJK mengatur fintech untuk transparan.
“Bagaimana fee-nya, pricing-nya, siapa yang punya dan bertanggungjawab terhadap fintech tersebut, dan lain sebagainya,” katanya.
Wimboh menegaskan fintech bukan termasuk lembaga jasa keuangan, melainkan platform yang menjadi sarana untuk mempertemukan pemilik dana (investor atau pemberi pinjaman) dengan pihak yang membutuhkan dana (peminjam). OJK menyatakan komitmen lembaga itu adalah mengawasi fintech semata-mata untuk perlindungan konsumen, yakni dengan mendorong edukasi di masyarakat serta transparansi perusahaan.