Bisnis.com, JAKARTA — Penempatan sebagian dana mengendap uang elektronik di bank-bank besar yang memiliki modal tinggi dinilai tepat sebagai bentuk mitigasi risiko likuiditas.
Ketika dana mengendap tersebut ditempatkan di bank yang masuk dalam kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU IV), diharapkan dapat dengan mudah ditarik apabila dibutuhkan dalam jumlah besar.
“Misalnya, ketika Lebaran atau tahun baru tiba-tiba ada lonjakan kenaikan transaksi mungkin dananya terbatas atau bagaimana kan. BUKU IV lebih likuid dan aman,” kata Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. David Sumual, Minggu (13/5/2018).
Bank Indonesia, selaku regulator di bidang sistem pembayaran, menetapkan bahwa penerbit yang elektronik selain bank BUKU IV atau lembaga selain bank wajib menempatkan dana float atau dana mengendap yang dikelola minimal 30% pada giro bank BUKU IV, dan 70% lainnya di surat berharga maupun rekening bank sentral.
Pembagian porsi penempatan dana mengendap uang elektronik ditetapkan dengan memperhatikan kebutuhan likuiditas penerbit dalam memenuhi kewajiban kepada pengguna dan penyedia barang/jasa. Selain itu, juga dapat memberikan nilai tambah bagi penerbit dengan tetap memastikan aspek keamanan melalui pembatasan penempatan hanya pada instrumen yang aman dan likuid.
Bank Indonesia menerbitkan penyesuaian PBI No.20/6/PBI/2018 mengenai Penyelenggaraan Uang Elektronik. Secara keseluruhan terdapat 15 poin pokok penyesuaian yang dituangkan bank sentral di dalam peraturan ini.
Baca Juga
Kepala Departemen Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko mengatakan, penyesuaian perlu dilakukan karena model bisnis uang elektronik semakin bervariasi. Keterkaitan antara uang elektronik dan kegiatan bisnis lain juga semakin kompleks.