Bisnis.com, JAKARTA – Momentum Ramadan dan Lebaran yang pada tahun ini diperkirakan PT Bank BCA Syariah tidak berdampak besar terhadap pertumbuhan pembiayaan perseroan.
Menurut Presiden Direktur BCA Syariah John Kosasih, efek Ramadan dan Lebaran biasanya terjadi beberapa bulan sebelum hari H. Sebaliknya, pada Ramadan permintaan pembiayaan tidak tumbuh signifikan.
Dia memperkirakan, pertumbuhan pada bulan terakhir kuartal II/2018 diperkirakan tidak akan terkerek tinggi, walaupun ada momen Lebaran dan libur pertengahan tahun.
Dia menjelaskan, beberapa tahun lalu, kebutuhan sudah mulai tinggi sekitar 4 bulan sebelum Lebaran. Namun, pada tahun ini, efek kenaikan baru mulai terjadi pada Maret atau 2 bulan sebelum Ramadan.
“Kenaikannya mulai terasa pada Maret – April. Untuk Mei ada peningkatan walaupun tidak setinggi April dan pada Juni nanti setelah Lebaran menurut saya permintaan justru akan lebih lambat,” katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
John menyatakan, pada Juni pihaknya menargetkan pertumbuhan bisnis di level 16% secara tahunan.
Menurutnya, manajemen tidak menghindari sektor tertentu, dan memiliki eksposur pada berbagai bidang ekonomi. Akan tetapi, perseroan menerapkan strategi kehati-hatian dalam memilih debitur untuk menjaga rasio pembiayaan bermasalah (nonperforming financing/NPF) tetap di bawah 1%.
Adapun, pada April lalu, anak usaha PT Bank Central Asia Tbk. itu masih membukukan kenaikan pembiayaan lebih dari 20% secara tahunan. Dari sisi pembukuan laba juga tumbuh di kisaran 26% - 27%.
Per akhir kuartal I/2018, perseroan masih membukukan penyaluran pembiayaan yang cukup positif, yakni sebesar Rp4,3 triliun, tumbuh 23% (year on year/yoy). Realisasi itu sedikit lebih tinggi dari target yang ditetapkan dalam rencana bisnis akhir tahun lalu.
Pada sisi pendanaan, total dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun mencapai Rp4,9 triliun, tumbuh 16% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Pertumbuhan dana dan pembiayaan membuat total aset perseroan terkerek 14% (yoy) menjadi Rp6,12 triliun. Laba sebelum pajak juga tumbuh 27% (yoy) menjadi sekitar Rp16 miliar.
Pada perkembangan lain, John mengungkapkan pihaknya akan melakukan penyesuaian suku bunga, baik simpanan maupun pembiayaan. Hal itu sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5%.
Akan tetapi, dia menegaskan, dampak kenaikan tersebut tidak akan terjadi secara langsung dalam waktu dekat. Akan tetapi menurutnya perlu ada terobosan yang dapat mendongkrak permintaan, sebab sensitivitas pricing suku bunga dinilai tidak terlalu signifikan.
“Efeknya pasti akan ada ke suku bunga simpanan. Kalau untuk pembiayaan, kami akan lihat-lihat dulu. Kenaikan suku bunga itu dipengaruhi supply and demand, kalau supply banyak dan demand masih sedikit seperti sekarang, ya kami tidak mungkin menaikkan pricing. Kendalanya adalah demand, itu yang harus didorong,” paparnya.