Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Amerika Serikat, The Fed kemungkinan akan kembali menaikan suku bunga dua sampai tiga kali sebesar 25 basis poin (bps) menuju 3% hingga Juni 2019.
Presiden Federal Reserve Dallas Robert Kaplan mengatakan hal itu akan menempatkan biaya pinjaman di wilayah netral dan tidak akan merangsang atau membatasi pertumbuhan ekonomi. Dia juga memastikan kebijakan Fed saat ini tetap moderat akomodatif.
"The Fed pada dasarnya memenuhi mandat ganda," kata Kaplan seperti dkutip Reuters, Sabtu (20/10/2018).
Hal itu mengacu pada angka pengangguran di AS yang mencapai titik terendah selama 49 tahun terakhir pada bulan September. Selain itu inflasi mendekati angka 2%.
Hal itu senada dengan risalah yang dipublikasikan pada Rabu, (17/10/2018) waktu setempat terkait hasil pertemuan bank sentral pada September lalu.
Pejabat bank sentral menyatakan akan secara bertahap tetap menaikkan Fed Fund Rate (FFR). Kebijakan ini dinilai sebagai formula terbaik untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Sementara itu Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pada awal bulan ini ekonomi AS dapat ekspansi untuk periode yang terbilang lama. Fed pun sebenarnya dapat mengkerek suku bunga melewati ambang netral.
Adapun kenaikan FFR beberapa waktu terakhir telah memberikan imbas ke Tanah Air. Bank Indonesia sepanjang tahun ini telah menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 150 bps, menjadi 5,75% per akhir September 2018.
Perbankan dalam negeri pun telah melakukan penyesuaian suku bunga acuan dengan menaikan suku bunga simpanan dan kredit.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Haru Koesmahargyo mengatakan bahwa perusahaan telah menghitung dampak kenaikan suku bunga acuan BI. "Bila suku bunga acuan BI naik hingga 100 bps, maka NIM [net interest margin] kami turun 11 bps," katanya.