Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menyoroti prospek industri batu bara di tengah dinamika transisi energi dan ketidakpastian global. Emiten perbankan swasta ini menilai masa depan sektor batu bara akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global serta dinamika geopolitik yang memengaruhi pasokan energi dunia.
Seiring dengan hal itu Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyampaikan bahwa pembiayaan ke sektor batu bara yang dilakukan perseroan bersifat selektif dan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian serta regulasi yang berlaku.
Dia menegaskan bahwa BCA konsisten menyalurkan pembiayaan ke berbagai sektor secara pruden dan sesuai kaidah serta ketentuan hukum di Indonesia.
"Pembiayaan di sektor batu bara dilakukan dalam rangka mendukung penyediaan pasokan listrik bagi masyarakat di seluruh pelosok," kata Hera kepada Bisnis, Senin (16/6/2025).
Menurut Hera, penyaluran kredit ke sektor batu bara masih dibutuhkan, mengingat kebutuhan pasokan energi nasional belum dapat sepenuhnya dipenuhi oleh energi terbarukan, terutama selama masa transisi menuju ekonomi rendah karbon.
“Realisasi kredit batu bara saat ini berkisar di bawah 3% dari total portofolio kredit di BCA, dan secara nominal trennya cenderung menurun dibandingkan tahun lalu,” ungkapnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Hera menegaskan bahwa BCA menyadari pentingnya peran sektor keuangan dalam memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.
“BCA senantiasa memperhatikan dan mengelola dampak lingkungan dari kegiatan bisnis perusahaan melalui kebijakan pembiayaan yang bertanggung jawab,” tuturnya.
Terpisah, Indonesian Mining Association (IMA) optimistis bisnis batu bara masih prospektif meski porsi penambahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) ditekan untuk 10 tahun ke depan.
Pengurangan kapasitas PLTU batu bara itu tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025—2034. Dalam dokumen itu, penambahan listrik dari PLTU batu bara ditargetkan mencapai 6,3 gigawatt (GW).
Angka itu lebih rendah dibanding penambahan listrik dari PLTU batu bara pada RUPTL 2021—2030 yang sebesar 19,7 GW. Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia mengatakan, permintaan batu bara untuk ekspor maupun domestik masih akan tinggi.
"Kami masih optimistis permintaan batu bara, baik domestik maupun ekspor masih cukup bagus," kata Hendra kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).