Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tahun Tikus Logam, Bank Pilih Hapus Buku atau Restrukturisasi?

Analis mengingatkan hapus buku pembiayaan tidak boleh untuk tujuan memperbaiki rasio kredit bermasalah.
ilustrasi - Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (3/2/2020).
ilustrasi - Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Bisnis.com, JAKARTA – Sektor keuangan yang digambarkan dengan elemen tanah diyakini bertumbuh lebih baik pada tahun tikus logam pada 2020 ini.

Mengutip data Statistik Perbankan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (SPI OJK), pertumbuhan hapus buku kredit atau write off terus menurun dalam 3 tahun terakhir. Hapus buku terbesar terjadi pada 2017 yakni mencapai Rp350,96 triliun. Jumlah ini naik 27,75 persen dibandingkan 2016 sebesar Rp274,72 triliun.

Selanjutnya pada 2018, hapus buku kredit meski tetap tumbuh dua angka yakni 11,7 persen namun dengan nilai Rp392,08 triliun. Sementara itu, perhitungan hingga November 2019, nilai hapus buku kredit mencapai Rp419,82 triliun. Meskipun jumlahnya mengalami peningkatan, tetapi pertumbuhan tersebut nyatanya melambat sebesar 8,6 persen hingga November 2019 dibandingkan periode sama tahun lalu karena naiknya jumlah kredit yang disalurkan.

Kepala Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Lando Simatupang menyebutkan perlambatan persentase hapus buku kredit tersebut disebabkan dua kemungkinan. Pertama, kualitas kredit yang sudah semakin membaik. Kedua, hapus buku atau write off bukan lagi menjadi opsi yang dipilih industri perbankankan, melainkan restrukturisasi.

"Bisa jadi mereka memandang masih ada peluang untuk diperbaiki [kredit bermasalah] karena kondisi perekonomian, atau karena diskusi dengan klien sehingga tidak memilih hapus buku tetapi restrukturisasi," katanya, Jumat (7/2/2020).

Dia mencontohkan hal yang terjadi pada restrukturisasi utang PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Kredit bermasalah dari emiten dengan kode perdagangan KRAS tersebut ika dilakukan hapus buku maka akan meningkatkan dana pencadangan bank yang bisa menggerogoti modal.

Menurutnya, peningkatan write off sangat bergantung pada kondisi perekonomian. Dengan adanya perang dagang maupun wabah virus corona, akan mempengrauhi peluang ekspor maupun pariwisata sehingga rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) bisa meningkat.

Meskipun demikian, peningkatan NPL, dinilai tidak langsung akan berdampak pada peningkatan write off. Hanya saja, peluang untuk hapus buku kredit menjadi lebih terbuka.

"Kalau [semua] NPL [dilakukan] hapus buku, saya bentuk pencadangan yang akan pengaruhi laba sekaligus permodalan," tambahnya.

Selain itu, hapus buku harus mematuhi persyaratan yang sangat ketat sesuai dengan kepentingan Bank dan regulasi. Bank baru akan memilih melakukan hapus buku jika kondisi kredit bermasalah sudah sulit dipulihkan.

"Restrukturisasi tidak boleh dilakukan hanya untuk memperbaiki kolektibilitas kredit," sebutnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper