Pada hari ini, Rabu (1/7/2020), iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan kembali naik. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan.
Pemerintah mengatur iuran peserta mandiri kelas III menjadi sebesar Rp42.000, tetapi pada Juli 2020 peserta Kelas III cukup membayar Rp25.500 karena terdapat subsidi Rp16.500. Setelah itu, mulai Januari 2021 peserta harus membayar Rp35.000 karena subsidi berkurang menjadi Rp7.000.
Besaran iuran Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp100.000. Adapun, iuran peserta kelas tertinggi atau kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp150.000.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan bahwa terdapat 2,3 juta peserta mandiri yang turun kelas dalam kurun Desember 2019–Mei 2020. Jumlah tersebut mencakup 7,54 persen dari total 30,68 juta peserta mandiri.
Menurutnya, kenaikan iuran merupakan salah satu faktor yang membuat peserta memilih untuk turun kelas. Hal tersebut sepenuhnya merupakan hak peserta dan BPJS Kesehatan bisa memfasilitasi proses turun kelas itu.
"Kami pada prinsipnya membuka kesempatan kepada masyarakat jika hendak pindah kelas kepesertaan," ujar Fachmi belum lama ini.
Turunnya kelas kepesertaan membuat pendapatan iuran yang diperoleh BPJS Kesehatan turut berkurang. Hal tersebut terjadi karena peserta yang sama akan membayarkan iuran lebih kecil dari sebelumnya.
BPJS Kesehatan mencatat terdapat 1,03 juta peserta yang turun kelas pada Desember 2019. Jumlah tersebut terdiri dari 142.164 orang yang turun dari kelas I ke kelas II, 239.741 orang kelas I ke kelas III, dan 653.025 orang kelas II ke kelas III.
Pada Desember 2019, besaran iuran yang berlaku bagi kelas I adalah sebesar Rp80.000, kelas II Rp51.000, dan kelas III Rp25.500. Dari setiap peserta kelas I yang turun ke kelas II, terdapat pengurangan pendapatan iuran Rp29.000, kelas I ke kelas III Rp54.500, dan kelas II ke kelas III 25.500.
Artinya, pada Desember 2019 BPJS Kesehatan kehilangan pendapatan iuran Rp4,12 miliar dari peserta kelas I yang turun ke kelas II, Rp13,06 miliar dari kelas I ke kelas III, dan Rp16,6 miliar dari kelas II ke kelas III. Jumlahnya menjadi Rp33,84 miliar.
Pada Januari 2020, jumlah peserta yang turun kelas relatif berkurang, menjadi 746.431 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 95.665 orang yang turun dari kelas I ke kelas II, 156.823 orang kelas I ke kelas III, dan 493.943 orang kelas II ke kelas III.
Terdapat kenaikan iuran pada Januari–Maret 2020 sesuai ketetapan Perpres 75/2019, sehingga besaran iuran kelas I menjadi Rp160.000, kelas II Rp110.000, dan kelas III Rp42.000. Dari setiap peserta kelas I yang turun ke kelas II, terdapat pengurangan pendapatan iuran Rp50.000, kelas I ke kelas III Rp118.000, dan kelas II ke kelas III 68.000.
Sepanjang Januari 2020, saat besaran iuran baru berlaku satu bulan, BPJS Kesehatan kehilangan pendapatan iuran Rp4,78 miliar dari peserta kelas I yang turun ke kelas II, Rp18,5 miliar dari kelas I ke kelas III, dan Rp33,58 miliar dari kelas II ke kelas III. Jumlahnya menjadi Rp56,8 miliar.
Lalu, pada Februari 2020, jumlah peserta yang turun kelas tercatat sebanyak 309.867 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 42.890 orang yang turun dari kelas I ke kelas II, 65.653 orang kelas I ke kelas III, dan 201.324 orang kelas II ke kelas III.
Artinya, sepanjang Februari 2020, BPJS Kesehatan kehilangan pendapatan iuran Rp2,14 miliar dari peserta kelas I yang turun ke kelas II, Rp7,74 miliar dari kelas I ke kelas III, dan Rp13,69 miliar dari kelas II ke kelas III. Totalnya menjadi Rp23,58 miliar.
Pada Maret 2020, jumlah peserta mandiri yang turun kelas tercatat sebanyak 124.217 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 20.059 orang yang turun dari kelas I ke kelas II, 26.109 orang kelas I ke kelas III, dan 78.049 orang kelas II ke kelas III.
Selama bulan ketiga tahun ini, BPJS Kesehatan kehilangan pendapatan iuran Rp1 miliar dari peserta kelas I yang turun ke kelas II, Rp3,08 miliar dari kelas I ke kelas III, dan Rp5,3 miliar dari kelas II ke kelas III. Totalnya menjadi Rp9,39 miliar.
Mahkamah Agung membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada April 2020, sehingga besaran iuran kelas I menjadi Rp80.000, kelas II Rp51.000, dan kelas III Rp25.500. Dari setiap peserta kelas I yang turun ke kelas II, terdapat pengurangan pendapatan iuran Rp29.000, kelas I ke kelas III Rp54.500, dan kelas II ke kelas III 25.500.
Pada April 2020, peserta PBPU yang memilih untuk turun kelas tercatat sebanyak 48.863 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 7.502 orang yang turun dari kelas I ke kelas II, 10.665 orang kelas I ke kelas III, dan 30.696 orang kelas II ke kelas III.
Artinya, sepanjang April 2020, BPJS Kesehatan kehilangan pendapatan iuran Rp217,5 juta dari peserta kelas I yang turun ke kelas II, Rp581,2 juta dari kelas I ke kelas III, dan Rp782,7 juta dari kelas II ke kelas III. Jumlahnya menjadi Rp1,58 miliar.
Lalu, pada Mei 2020, peserta mandiri yang turun kelas tercatat sebanyak 49.350 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 9.331 orang yang turun dari kelas I ke kelas II, 11.737 orang kelas I ke kelas III, dan 28.282 orang kelas II ke kelas III.
Besaran iuran pada Mei 2020 sama dengan bulan sebelumnya, sehingga BPJS Kesehatan kehilangan pendapatan iuran Rp270,59 juta dari peserta kelas I yang turun ke kelas II, Rp636,6 juta dari kelas I ke kelas III, dan Rp721,19 juta dari kelas II ke kelas III. Jumlahnya menjadi Rp1,63 miliar.
Berdasarkan perhitungan Bisnis tersebut, artinya BPJS Kesehatan kehilangan pendapatan iuran hingga Rp126,9 miliar dalam kurun Desember 2019–Mei 2020. Perhitungan itu pun belum mempertimbangkan peserta yang menonaktifkan status kepesertaannya atau menunggak iuran, sehingga terdapat kemungkinan kehilangan pendapatan iuran lebih besar.
Meskipun begitu, Fachmi menjelaskan bahwa terdapat tren naik kelas kepesertaan meskipun iuran JKN mengalami kenaikan. Hal tersebut membuat BPJS Kesehatan turut mendapatkan tambahan iuran, meskipun tidak sebesar pengurangannya karena peserta yang turun kelas.
"Terjadi perubahan naik kelas juga, ini tergantung behaviour peserta, perilaku masyarakat memilih layanan, ingin mendapatkan ruang perawatan yang lebih baik maka naik kelas. Totalnya 0,5 persen [dari jumlah peserta mandiri]," ujar Fachmi.
Selain itu, Fachmi pun menilai bahwa tren turun kelas masih mungkin terjadi hingga akhir tahun ini. Adanya pandemi Covid-19 dan penyesuaian iuran melalui Perpres 64/2020 ditengarai akan memengaruhi fenomena turun kelas tersebut.
"Berdasarkan pengalaman 2016 saat terdapat kenaikan iuran, dan ada teori-teori tertentu, kira-kira 15 persen pada akhir tahun kalau ada penurunan [kelas kepesertaan]," ujar Fachmi.
Mengacu kepada pernyataan tersebut, maka diperkirakan jumlah peserta mandiri yang akan turun kelas pada akhir 2020 akan mencapai 4,6 juta orang, sekitar dua kali lipat dari yang tercatat hingga Mei 2020.